Mataram (Inside Lombok) – Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) fakultas hukum Universitas Mataram (UNRAM) bersama Lembaga Konsultasi dan Pelayanan Hukum (LKPH) Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) kolaborasi memberikan bantuan hukum kepada lima warga Lendang Nangka, Lombok Timur karena pembakaran pipa proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Pantai Selatan.
Direktur BKBH UNRAM, Joko Jumadi menerangkan ada dua hal yang kemudian menjadi permintaan warga setelah pertemuan dilakukan. Pertama adalah soal kasus hukum menjerat lima orang warga Lendang Nangka yang sekarang ditahan di Polres Lombok Timur. Menurut warga, itu adalah tindakan spontan yang dilakukan oleh banyak orang, ketika demonstrasi.
Kedua keberadaan proyek SPAM itu sendiri, jika dilihat dari apa yang disampaikan masyarakat, pemerintah kurang melakukan sosialisasi sehingga proyek itu tidak dipahami sepenuhnya oleh masyarakat hingga menimbulkan adanya pembakaran pipa.
“Terkait dua hal itu, yang pertama memang kami dari BKPH dan LKPH berkomitmen untuk, pertama akan mendampingi teman-teman yang menjadi tersangka. Kami akan menyiapkan pengacara dan kampus akan mendampingi mereka,” ujar Joko Jumadi, Senin (22/1).
Kedua terkait dengan proyek SPAM, pihaknya akan coba komunikasikan dengan pemerintah untuk menjembatani seperti apa seharusnya. Kenapa proyek ini dilakukan tanpa melibatkan masyarakat, dalam artian sosialisasi ke masyarakat. Karena mau tidak mau proyek tersebut pengambilan air dari satu sumber air, dalam hal ini adalah sungai yang ada di masyarakat. Pasti masyarakat akan kena dampak dari proyek itu.
“Karena masyarakat terkena dampak, maka pemerintah sebelum memulai itu harusnya melakukan komunikasi kepada masyarakat, seperti apa jalan tengahnya. Untuk proyek itu bisa berjalan, kepentingan masyarakat tidak dilanggar, itu kan seharusnya seperti itu. Kalaupun kemudian ada yang tidak sesuai kira-kira apa jalan tengahnya,” ungkapnya.
Diakui, jika merujuk penjelasan yang disampaikan warga soal proyek ini, menurut Joko perencanaan proyek tersebut belum sepenuhnya dipahami warga sehingga terjadi peristiwa pembakaran pipa. “Kalau kita berharap bukan soal penangguhan, tapi harus dibebaskan. Artinya ini ada masyarakat yang hak-haknya dirampas, pemerintah tidak memberikan edukasi maksimal ketika mereka mengajukan keberatan, kemudian tidak ditanggapi, sehingga ada massa yang melakukan pembakaran,” terangnya.
Ditambahkan, Ketua Umum Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB, Yan Mangandar Putra mengatakan dalam kasus ini pihaknya kolaborasi antara BKBH fakultas hukum unram dengan LKPH fakultas hukum UMMAT dan PBHM NTB. Dalam waktu dekat akan bertemu dengan pihak Polres Lombok Timur dan lima warga yang menjadi tersangka, karena sampai hari ini informasi dari masyarakat maupun keluarga begitu minim mereka dapat bantuan.
“Jadi sangat perlu untuk bertemu dengan teman-teman polres dan sambil mengupayakan agar dilakukan penangguhan penahanan. Dan kami berharap apa yang menjadi masukan kejati NTB, untuk adanya restorative justice dalam kasus ini, kami harap itu bisa dipenuhi oleh polres,” imbuhnya. (dpi)