Mataram (Inside Lombok) – Upaya mencegah konten hoaks-SARA (suku, agama, ras, antar golongan) ataupun yang terindikasi memiliki muatan provokatif di media sosial terus dilakukan Subsatgas Gakkum Operasi Mantap Brata Rinjani 2024 Polres Mataram. Apabila terdapat pelanggaran tersebut, maka pelaku bisa disangkakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.
Kasat Reskrim Polresta Mataram, Kompol I Made Yogi Purusa Utama selaku Kasub Satgas Gakkum mengatakan akun media sosial yang terindikasi memiliki muatan provokatif dan penyebaran berita hoaks selama pemilu 2024 harus diantisipasi dengan melakukan patroli siber. Tim patroli siber pun bertugas mengumpulkan informasi dan untuk melakukan kajian konten-konten di media online dan media sosial yang berpotensi terjadi pelanggaran atau tindak pidana pemilu atau tindak pidana umum.
“Jika informasi konten ini ada tindak pidana pemilu, maka akan diteruskan ke sentra Gakkumdu bersama Bawaslu untuk dilakukan proses penindakan pelanggaran tindak pidana pemilu,” ujar Yogi, Senin (8/1).
Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan secara rinci apa saja perbuatan yang dilarang. Bagi mereka yang melanggar UU ITE berpotensi mendapat hukuman berupa denda hingga kurungan penjara. Berikut beberapa perbuatan yang dilarang UU ITE.
Pada pasal 27 ayat (3) UU ITE juga mengatur tentang pencemaran nama baik. Pelaku yang dijerat dengan pasal ini bakal dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. Selanjutnya pada revisi UU No. 19 Tahun 2016, dijelaskan bahwa ketentuan pada pasal 27 ayat (3) merupakan delik aduan.
Berita bohong juga dilarang dalam pasal 28 ayat (1) UU ITE yang berbunyi bahwa setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Bagi para pelaku penyebar berita bohong bakal dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Untuk itu, patroli siber ini untuk mengurangi adanya kampanye hitam dan penyebaran berita hoax melalui media sosial dan terciptanya situasi yang aman dan kondusif dalam tahapan pemilu dan tidak terjadi tindak pidana di wilayah hukum Polresta Mataram.
“Ini perlu dilakukan secara masif sehingga membutuhkan kerja ekstra dalam melakukan patroli siber di media sosial dan menjadi tugas semua untuk ikut membantu melakukan upaya pencegahan menyebarnya hoaks,” jelasnya. (dpi)