Mataram (Inside Lombok) – Dinas Kesehatan (Dikes) Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menerima empat (4) laporan gigitan anjing di Pulau Lombok. Mengingat posisi pulau Lombok yang berdekatan dengan Pulau Sumbawa dan Pulau Bali yang merupakan daerah endemis rabies, Dikes NTB bekerjasama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB menanggapi kasus tersebut secara serius dengan menaikkan status Pulau Lombok menjadi Siaga.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB, Budi Septiani, menerangkan bahwa dinaikannya status Pulau Lombok menjadi siaga guna menghindari dan memperketat pengawasan lalu lintas, baik itu barang maupun hewan dari dan menuju pulau lombok. Selain itu, koordinasi dengan Dinas teknis di Kabupaten/Kota juga terus dilakukan.
Keempat laporan yang diterima Dikes NTB tersebut datang dari Kabupaten Lombok Timur pada tanggal 22 Januari 2019; Kabupaten Lombok Tengah, wilayah Kuta, pada tanggal 30 Januari 2019; Kota mataram, wilayah Karang Taliwang, pada tanggal 11 Januari 2019; serta Kelurahan Mataram Barat, pada 11 Januari 2019.
Kepala Dikes NTB, Nurhandini Eka Dewi, menerangkan bahwa tindakan cepat langsung diambil oleh Dikes NTB ketika menerima laporan tersebut. Dimana hewan penggigit segera dilacak, kemudian diambil sampel otak untuk segera diperiksa di laboratorium.
“Setelah diambil sampel otak, hasilnya negatif semua. Tapi mengingat kasus di Dompu, kita harus terus waspada,” ujar Dewi ketika ditemui, Rabu (06/02/2019).
Selain pelacakan kasus gigitan, koordinasi antara Dikes dan Dinas Peternakan juga terus dibangun guna memudahkan pertukaran informasi terhadap kasus gigitan. Dimana Dikes bertugas menangani korban gigitan sedangkan Dinas Peternakan bertugas menangani hewan penggigit.
Dewi juga menerangkan, di Dompu sendiri ada sekitar 9000 anjing yang perlu divaksinasi, dimana 5000 diantaranya adalah anjing liar. Sampai saat ini Dikes NTB telah menerima 527 laporan kasus gigitan sejak Agustus 2018 sampai dengan Februari 2019, dimana pada Januari 2019 tercatat 254 orang mengalami kasus gigitan.
Dari jumlah tersebut, sampai dengan Februari 2019, tercatat lima (5) orang meninggal dunia dengan positif rabies dan empat (4) orang dikarantina di Rumah Sakit Umum Kabupaten Dompu.
“Kita sudah memberi vaksin ke 2217 ekor Hewan Pembawa Rabies (HPR), dan melakukan eliminasi sebanyak 614 HPR,” ujar Dewi.
Selain itu, Dewi juga menjelaskan, bahwa kasus kematian akibat rabies disebabkan oleh penanganan yang kurang cepat dilakukan. Dimana para korban melapor beberapa bulan setelah terkena gigitan.
“Rabies itu memang sangat pelan masa inkubasinya, malah bisa sampai dua tahun. Karena itu harus kita awasi terus orang yang diduga terkena rabies. Usahakan jika terkena gigitan langsung dicuci dengan sabun selama 15 menit di air yang mengalir,” ujar Dewi.
Menurut Dewi, dengan segera mencuci bersih bekas gigitan, seseorang bisa menghilangkan 80% dari virus rabies tersebut, dan 20% sisanya diatasi dengan pemberian vaksin. Pemberian vaksin yang terlambat dan tidak didukung pertolongan awal tidak akan mampu bekerja secara maksimal untuk menolong pasien tergigit HPR.