Mataram (Inside Lombok) – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menelusuri dugaan penggelembungan (mark-up) harga dalam pengadaan ikan teri kering yang masuk pada paket bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang untuk masyarakat terdampak COVID-19.
Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu, mengatakan, penelusuran dugaan penggelembungan harga ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat.
“Jadi memang penyelidikan ini kami laksanakan berdasarkan laporan masyarakat. Ada indikasi ‘mark-up’ harga, khusus dalam pengadaan ikan teri kering,” kata Dedi.
Penelusurannya, jelas Dedi, dilakukan untuk paket bantuan JPS Gemilang tahap II dan III. Karena pengadaan ikan teri kering ini mulai disalurkan pada tahap II, menggantikan produk telur.
Terkait dengan langkah penyelidikannya, jaksa telah mengumpulkan data dan bahan keterangan dari para pihak yang terlibat dalam pendistribusiannya.
Mulai dari kalangan pemerintah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan NTB sebagai “leading sector” pengadaan ikan teri kering, perusahaan penyalur bantuan hingga masuk ke kalangan UKM/IKM.
“Intinya semua yang berkaitan dengan pengadaan ini kita mintai keterangan,” ujarnya.
Untuk pengadaan ikan teri kering pada JPS Gemilang tahap II, Dinas Kelautan dan Perikanan NTB menggunakan perusahaan milik daerah dari PT Gerbang NTB Emas (GNE) sebagai pengumpul produk olahan UKM/IKM.
“Produk ikan teri kering yang masuk ke gudang kita itu berasal dari 20 UKM/IKM lebih. Jenisnya ikan teri lore,” kata Direktur Utama PT GNE Samsul Hadi.
PT GNE, jelasnya, hanya menerima produk UKM/IKM yang sudah lolos verifikasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan NTB.
“Itu pun produk yang kita terima dari UKM/IKM sudah dalam bentuk kemasan. Ukurannya 250 gram perkemasan,” ujarnya.
Harga perkemasan yang diterima pihak UKM/IKM dari PT GNE senilai Rp19.000. Penentuan harga beli tersebut, jelasnya, berdasarkan kesepakatan antara Dinas Kelautan dan Perikanan NTB dengan UKM/IKM.
Secara keseluruhan, jumlah kemasan yang dibeli PT GNE dari UKM/IKM sebanyak 125.000. Jumlahnya sesuai dengan data keluarga penerima manfaat (KPM) paket bantuan JPS Gemilang tahap II.
“Jadi anggaran yang kita kelola untuk pembelian ikan teri kering ini mencapai Rp2,8 miliar. Kita hanya mengambil 10 persen keuntungan,” ucapnya.
Kemudian untuk paket bantuan JPS Gemilang tahap III, pemerintah menyalurkannya kepada 120.000 KPM. Namun dalam pengadaan paket bantuan tahap akhir ini, Samsul Hadi mengatakan bahwa PT GNE tidak ikut terlibat membantu pemerintah.
“Jadi tahap II saja yang kita kerjakan. Alhamdulillah prosesnya berjalan lancar, sampai sekarang tidak ada kendala,” ujarnya.
Terkait dengan langkah Kejati NTB yang mengusut dugaan penggelembungan harga pada pengadaan ikan teri kering ini, Samsul Hadi menyatakan bahwa pihaknya akan selalu kooperatif membantu jaksa.
“Kita dukung proses ini berjalan. Ini juga masih ‘post audit’ dari BPK, bila nanti ada temuan, kita siap ganti rugi,” kata Samsul Hadi.
Sementara, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Yusron Hadi yang dikonfirmasi terkait proses verifikasi UKM/IKM sebagai produsen ikan teri kering, masih enggan memberikan keterangan.
Begitu juga dengan proses penetapan harga beli perkemasan senilai Rp19.000 untuk paket bantuan JPS Gemilang tahap II.
“Sekarang saya masih di luar, besok-besok datang ke kantor kalau mau, kurang enak kalau kita ngomongnya lewat telepon,” kata Yusron Hadi dalam sambungan telepon selulernya. (Ant)