Mataram (Inside Lombok) – Kasus dugaan tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di salah satu SD swasta berbasis SDIT di Mataram mulai menemui titik terang. Kuasa Hukum Korban, Rusdiansyah mengatakan pihaknya telah menghadirkan dua orang saksi tambahan untuk Polresta Mataram, Selasa (28/01) siang.
“Kami juga membawa barang bukti berupa pakaian yang dipakai oleh korban,” ungkap Rusdiansyah dalam keterangan persnya. Berdasarkan surat keterangan telah diterima Rusdiansyah, kasus ini telah naik ke tingkat penyidikan. Artinya, sudah terdapat calon tersangka. Saat ini, tinggal menunggu proses penetapan tersangka.
Penetapan tersangka, mungkin akan dilaksanakan hari ini, besok, atau lusa. “Itu (penetapan tersangka, Red) adalah kewenangan aparat penegak hukum,” terang Rusdiansyah.
Rusdiansyah datang membawa alat bukti agar kasus ini dapat segera diproses dan mendapat kepastian hukum. Ia menjelaskan, modus operandi terduga pelaku adalah berpura-pura menyalin baju dan kemudian menyentuh bagian sensitif terduga korban. Kejadian ini terjadi sebanyak dua kali, berdasarkan keterangan terduga pelaku. “Intinya, anak-anak ini dipegang di bagian-bagiam sensitif,” kata Rusdiansyah.
Rusdianyah menjelaskan, ini adalah kasus yang sangat sensitif, karena menyangkut perlindungan anak. Ia harap kasus ini segera ditangani cepat dan serius agar mendapat kepastian hukum.
Lebih lanjut, Rusdiansyah menceritakan, terdapat video yang beredar, pihak SDIT menyatakan bahwa kasus tersebut merupakan tanggungjawab pribadi. Bagi Rusdiansyah, itu merupakan petanda bahwa satuan pendidikan tak terlalu memahami soal perlindungan anak.
Padalah, dalam UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 pasal (1a) menyatakan bahwa, setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
“Itu menandakan, pemerintah juga belum terlalu aktif menyosialisasikan tentang Undang-undang Perlindungan Anak. Jadi, kasus ini mengajarkan masyarakat bahwa negara tidak hadir secara penuh,” tandas Rusdiansyah. (gil)