Lombok Barat (Inside Lombok) – Ketua dan komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lombok Barat (Lobar) sudah resmi dilantik beberapa waktu lalu. Kendati, komposisi jajaran Bawaslu Lobar itu menuai protes, lantaran dari lima komisioner yang dilantik, sebagian besarnya diduga berasal dari luar Lobar.
Massa dari beberapa gabungan aktivis pun sempat menggelar aksi di kantor Sekretariat Bawaslu Lobar. Beberapa faktor yang disebut menjadi kritik oleh massa berkaitan dengan rekomendasi partai politik di dalam penentuan ketua atau anggota Bawaslu.
Mereka menyoroti anggota koordinator Bawaslu bukanlah asli masyarakat yang berdomisili di wilayah Lobar. Sedangkan untuk bisa ikut serta dalam rekrutmen di Bawaslu masyarakat harus yang berdomisili di wilayah setempat.
“Kami pertanyakan sejak kapan mereka (komisioner Bawaslu) berdomisili di Kabupaten Lombok Barat?” tanya salah seorang anggota gabungan aktivis, Asmuni, saat menggelar aksi, Senin (28/08/2023) kemarin.
Dalam aksi itu, massa yang hadir memaksa agar bisa bertemu dengan komisioner Bawaslu yang disebut sebagian besarnya berasal dari luar Lobar tersebut. Namun, saat aksi protes itu digelar, empat orang komisioner Bawaslu Lobar yang baru sedang berada di luar daerah, untuk mengikuti kegiatan bimtek yang digelar Bawaslu RI.
“Kami bukan rasis. Kami hanya ingin bertemu dan dialog dengan komisioner Bawaslu,” tegasnya. Tak hanya mempertanyakan soal status domisili dari para komisioner Bawaslu yang baru, mereka juga menuntut agar Pemkab Lobar menarik hibah dan meminta Bawaslu untuk tidak berkantor di aset milik daerah.
“Kami meminta pemda untuk mencabut atau mengevaluasi kembali tentang hibah yang akan diberikan ke Bawaslu Lobar. Mengingat kondisi daerah yang masih dalam keadaan defisit akibat dampak pandemi Covid -19,” ketusnya.
Massa aksi pun akhirnya ditemui oleh Ketua Bawaslu Lobar yang baru dilantik, Rizal Umami. Dia menjelaskan bahwa proses rekrutmen dan pemilihan komisioner Bawaslu sepenuhnya menjadi kewenangan dari pemerintah pusat, dalam hal ini Bawaslu RI.
“Semua keputusan ada di pusat, saya juga tidak tahu akan sama siapa saya duduk di komisioner ini,” ungkap Rizal. Menurutnya, jika memang ada penolakan, seharusnya itu disampaikan pada saat proses rekrutmen atau seleksi komisioner Bawaslu berlangsung. Bukan justru setelah dilakukan penetapan, bahkan pelantikan.
Namun terkait tuntutan aktivis yang ingin bertemu dengan komisioner yang lainnya. Rizal mengatakan, pihaknya akan mencarikan jadwal dan memfasilitasi pertemuan antara komisioner dan gabungan aktivis. “Saya akan fasilitasi, nanti saya sampaikan kepada komisioner yang lainnya,” tutupnya. (yud)