Lombok Barat (Inside Lombok) – Ramai dilaporkan karena aktivitasnya dinilai meresahkan masyarakat, enam warung tuak ilegal di wilayah Jagaraga disegel Satpol PP dan pemerintah desa (pemdes) setempat. Salah satu warung yang disegel itu pun kedapatan menyediakan minuman beralkohol baik jenis tradisional hingga yang bermerek, dan mengklaim dirinya memiliki izin.
“Ada enam warung (yang ditertibkan), dan sisanya kos-kosan,” ungkap Kasat Pol PP Lobar, Bq. Yeni S Ekawati yang dimintai keterangan usai penertiban, Kamis (11/01/2023) malam. Terkait salah satu warung yang mengklaim memiliki izin operasional, pihaknya pun akan melakukan pengecekan lebih lanjut.
Selain karena menyediakan minuman beralkohol secara ilegal, penertiban itu juga menindaklanjuti adanya laporan bahwa warung-warung tuak itu ada yang menyediakan kos-kosan yang mengarah ke praktek prostitusi. “Disinyalir (mengarah ke prostitusi) ini laporan dari masyarakat, dan selama proses ini (penertiban) juga pernah ditemukan anak-anak di bawah umur,” ungkap perempuan berkaca mata ini.
Dalam penertiban yang dilakukan sore hingga malam itu pun pihak berwenang mengamankan belasan orang yang diduga sebagai partner song (PS) yang bekerja di warung-warung tuak tersebut. Bahkan, ada yang diamankan saat sedang bersama laki-laki. hingga beberapa anak di bawah umur yang juga sedang berada di lokasi tersebut.
“Ini memang atas inisiatif dari kepala desa, karena keresahan masyarakat. Akhirnya mengumpulkan semua pemilik warung dan kos-kosan untuk mensosialisasikan Perda (larangan beroperasinya warung tuak ilegal),” tuturnya.
Setelah sosialisasi itu, mereka pun telah bersepakat, jika nantinya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara mendadak. Baik terhadap para pekerja di sana, maupun pengunjung warung dan ditemukan ada yang terjangkit HIV/AIDS. Maka, mereka harus bersedia menutup warungnya secara sukarela. “Saat dilakukan pemeriksaan, ditemukan dua pengunjung di salah satu warung itu positif mengarah ke sana (HIV/AIDS),” beber Yeni.
Sejak ditemukannya kasus positif tersebut, Yeni mengatakan pihaknya telah menyurati pemilik warung untuk tutup secara sukarela sejak akhir tahun 2023 lalu. Namun karena pemilik tak juga mengindahkan imbauan dan kesepakatan tersebut. Pol PP selaku penegak Perda pun bergerak melakukan penertiban dan penyegelan warung tersebut.
Pihaknya pun berharap agar setelah penertiban ini, masyarakat bersama pihak Desa bisa bersama-sama melakukan pengawasan. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan protes-protes nantinya. “Tetap (Pol PP) juga akan mengawasi, tapi kan tidak mungkin (efektif) kalau hanya dari kami,” imbuhnya.
Yeni menjelaskan mengapa penertiban itu baru dilakukan pihaknya hanya di desa Jagaraga saja. Lantaran, itu merupakan inisiatif Kades dan masyarakat. Sehingga pihaknya berharap, jika ada warga Desa lain yang juga menemukan hal-hal serupa, diminta untuk proaktif. “Ini saya berharap juga masyarakat proaktif, ayo menjaga lingkungan sendiri,” tegasnya.
Sehingga solusinya, Yeni menyebut mereka seharusnya bisa bekerja dan berusaha dengan cara yang lain. Karena hal-hal semacam itu sudah jelas melanggar Perda dan norma yang berlaku. “Ayo banyak usaha lain selain ini, mau solusi apa? Izin kan sudah jelas tidak boleh di sana (di luar kawasan yang sudah ditentukan dalam aturan),” jelasnya.
Jika yang bersangkutan memang ingin membuka usaha kafe dan karaoke, maka diarahkan untuk ke kawasan Senggigi. Karena dari informasi yang diperoleh pihaknya, bahwa rata-rata pihak yang membuka usaha ilegal di kawasan itu justru orang dari luar Lobar.
Bahkan sudah ada beberapa warung yang menyediakan minuman beralkohol yang diberikan sanksi Tipiring di tahun 2023 lalu. “Tahun 2023 udah 3 kita Tipiring, lumayan itu yang masuk Rp4 jutaan, supaya ada lah efek supaya dia tidak lagi (beroperasi) tapi nyatanya tidak. Berarti lebih dari itu yang dia dapat,” tukas Yeni.
Penyegelan disebutkan akan terus dilakukan hingga yang bersangkutan tidak lagi berjualan. “Karena di bawah pengawasan hukum, tetap akan kami pantau. Sudah ada surat pernyataan yang dia buat,” pungkasnya. (yud)