34.5 C
Mataram
Sabtu, 12 Oktober 2024
BerandaLombok UtaraPekerja di Gili Terancam PHK, Pengusaha Minta Pemda KLU Segera Atasi Persoalan...

Pekerja di Gili Terancam PHK, Pengusaha Minta Pemda KLU Segera Atasi Persoalan Air

Lombok Utara (Inside Lombok) – Persoalan krisis air yang mengancam Tiga Gili (Trawangan, Meno, Air), terutama Gili Trawangan dan Gili Meno tak kunjung menemui titik temu. Kondisi akan memberikan dampak kepada seluruh penduduk maupun pengusaha. Bahkan pekerja yang bekerja di hotel, restoran hingga bar terancam akan dirumahkan maupun terkena Pemutus Hubungan Kerja (PHK) imbas dari krisis air.

Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) KLU, Vicky Hanoi mengatakan dengan tegas pihaknya meminta ada solusi dari pihak terkait, sehingga air bersih terdistribusikan. Memang sekarang ini distribusi masih berjalan, hanya saja ada kekhawatiran dari pengusaha sewaktu-waktu akan terhenti karena izin PT Tiara Nirwana Citra (TCN) dicabut.

Jika masalah air ini tidak memiliki solusi jangka panjang, maka dampak yang dirasakan sangat meluas karena persoalan air bersih. “Bayangkan saja kalau dampak berbicara tentang karyawan itu sekitar 4-5 ribu (orang) bisa hilang pekerjaan. Walaupun statusnya hanya dirumahkan,” ujarnya, Sabtu (12/10).

Ia menyatakan ribuan karyawan tersebut hanya di Gili Trawangan saja, tidak termasuk di Gili Meno dan Gili Air. Sehingga dampak dari krisis air bersih ini bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Padahal para pekerja di gili ini 70 persennya adalah penduduk KLU. “Karyawan juga perlu pendapatan, ketika karyawan sudah tidak punya pekerjaan, maka kriminal akan meningkat,” ucapnya.

- Advertisement -

Diharapkan agar pemerintah daerah bisa mencari solusi terbaik agar distribusi air bisa dilakukan mengingat besarnya akibat yang terjadi dengan ketiadaan air tersebut. Pasalnya, semua sektor terdampak dengan krisis air ini. Tidak hanya berbicara pengusaha saja. Tetapi pariwisata secara nasional, mengingat pariwisata di Gili cukup dikenal di beberapa negara.

“Gili jangan mati suri lah. Penduduk lokal masih memungkinkan (dapat air, Red) karena masih ada sumur. Tapi sumur air payau, ya mungkin bisa bertahan. Apa itu baik untuk kita konsumsi. Di situ ada warung-warung, kalau mereka pakai air asin bagaimana masaknya. Jadi dampaknya agak sedikit kompleks dengan kondisi-kondisi yang lain,” bebernya.

Maka dari itu para pengusaha meminta agar pemerintah daerah Lombok Utara agar cepat tanggap dalam bisa menyelesaikan persoalan air ini. Kebutuhan air di masa high season di gili cukup tinggi. Pengusaha harus mengeluarkan biaya sekitar Rp80-100 juta rupiah perbulan disesuaikan dengan besar dan kecil hotelnya. Jika air dibeli dari luar Gili maka akan mengeluarkan biaya yang cukup besar dari pengangkutan di daratan hingga ke hotel.

“Tapi kalau beli per tangki air kalau tidak salah Rp500 ribu yang 5 ribu liter dan itu diangkut empat kali. Sekali jalan boat Rp900 ribu, itu bayar buruh, bensin dan lainnya. Untuk satu tangki saja mengeluarkan biaya Rp4,5 juta,” tuturnya.

Ditambahkan Manager Vyaana Hotel di Gili Air, Lily McDonalds mengatakan bahwa Gili Air sendiri mendapat suplai dari PDAM. Namun distribusinya belum maksimal, dengan persoalan air itu tidak hanya satu atau dua property (hotel dan restoran) yang kebingungan. Air yang mengalir dari PDAM juga dinilai belum baik karena di waktu-waktu tertentu kadang ada dan kadang kala tidak ada. “Saat ini kalau di property saya dan yang saya lakukan yakni pengecekan setiap waktu khusus untuk aliran air tersebut. Kenapa? karena memang cukup mempengaruhi bagi penggunaan air oleh tamu,” jelasnya.

Dampak lain yang terjadi akibat persoalan air ini, tidak hanya bisa berdampak terhadap Gili Air tapi juga untuk Lombok NTB termasuk destinasi pun ikut terancam. “Makanya kami minta pemerintah untuk bisa membantu agar segera menyelesaikan persoalan air di kawasan Tiga Gili ini, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Gili Hotel Association (GHA) Lalu Kusnawan mengungkapkan pihaknya meminta agar ada solusi sehingga air ini tetap mengalir. PDAM Lombok Utara dalam hal ini untuk memberikan pelayanan yang terbaik sehingga kawasan tiga gili tidak krisis air. “Suka tidak suka dan mau tidak mau PDAM harus bertanggung jawab,” ujarnya.

Sebagai informasi, Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB terus berupaya mencarikan solusi dengan bersurat ke KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), agar distribusi air ke masyarakat tetap tersalurkan. Mengingat kebutuhan air merupakan kebutuhan yang penting. Saat ini air masih terus terdistribusi untuk masyarakat, terutama di Gili Trawangan. Sedangkan Gili Meno didistribusi dari daratan. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer