Mataram (Inside Lombok) – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Nusa Tenggara secara resmi menghentikan proses penyidikan tindak pidana perpajakan terhadap tersangka PBC, Direktur PT. P yang beroperasi di Mataram, pada 22 November 2025.
Penghentian ini dilakukan setelah tersangka melunasi seluruh kewajiban perpajakan, termasuk pokok pajak dan sanksi administrasi, sesuai amanat Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan, I Gede Wirawiweka, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk penegakan hukum yang berorientasi pada pemulihan penerimaan negara. Melalui mekanisme penghentian penyidikan setelah pelunasan kerugian negara.
“Kami ingin menunjukkan bahwa kewajiban perpajakan harus dipenuhi secara jujur dan tepat waktu. Penegakan hukum tetap tegas, namun memberikan ruang pemulihan bagi wajib pajak yang koperatif,” ujarnya, dalam keterangan rilis, Kamis (11/12).
Tersangka PBC melalui PT. P telah melunasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kurang bayar sebesar Rp533.648.835 dan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.600.946.505, sehingga total yang disetorkan ke kas negara mencapai Rp2.134.595.340. Pembayaran tersebut telah tercatat dalam sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) Direktorat Jenderal Pajak.
“Kasus ini bermula dari dugaan tindak pidana perpajakan pada tahun 2020. PBC melalui PT P diduga sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut dari lawan transaksi untuk masa pajak Maret hingga Desember 2020. Perbuatan ini melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i UU KUP,” jelasnya.
Proses penghentian penyidikan ini diawali dengan permohonan informasi besaran kerugian negara oleh PBC. Setelah DJP merespons dengan penetapan jumlah kurang bayar dan denda, tersangka melunasi seluruh kewajiban tersebut.
Menyusul pelunasan, tersangka mengajukan permohonan penghentian penyidikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak.
“Permohonan ini kemudian disetujui, dan Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menyampaikan Surat Permintaan Penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung,” terangnya.
Penghentian penyidikan dikukuhkan setelah Jaksa Agung Republik Indonesia menerbitkan Keputusan Nomor 938 Tahun 2025 tertanggal 17 Oktober 2025, merujuk pada ketentuan Pasal 44B UU KUP yang memungkinkan penghentian penyidikan demi kepentingan penerimaan negara jika wajib pajak telah melunasi seluruh kerugian negara. Keputusan ini merefleksikan prinsip bahwa penegakan hukum pidana di bidang perpajakan adalah upaya terakhir.
“Keputusan ini menggambarkan bahwa penegakan hukum di bidang perpajakan untuk proses pidana merupakan upaya terakhir yang akan dilakukan, dan lebih mendorong wajib pajak untuk melakukan pemulihan atas kerugian negara melalui pembayaran,” jelasnya.
Kanwil DJP Nusa Tenggara mengimbau seluruh wajib pajak di wilayah kerjanya untuk meningkatkan kepatuhan, menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas, serta menyetor pajak tepat waktu guna mendukung stabilitas fiskal dan pembiayaan pembangunan nasional.

