Jakarta (Inside Lombok) – Harga minyak mentah (crude oil) dunia pada periode Mei 2020 kembali merangkak naik setelah sempat anjlok ke level terendah pada April 2020.
Berdasarkan laman oilprice.com yang dikutip di Jakarta, Kamis, harga minyak mentah dunia pada Rabu (20/5/2020) malam, tercatat jenis WTI 33,67 dolar AS per barel dan Brent 36,08 dolar AS per barel.
Harga tersebut melonjak cukup tinggi dibandingkan satu bulan lalu pada 21 April 2020 yang WTI ditutup 11,57 dolar AS per barel dan Brent 19,33 dolar AS per barel, atau naik 191 persen untuk WTI dan 87 persen untuk Brent.
Kenaikan harga minyak itu tidak terlepas dari kesepakatan pemangkasan produksi negara-negara produsen minyak.
Di tambah lagi mulai pulihnya aktivitas di beberapa negara dari wabah COVID-19, sehingga permintaan minyak dunia rebound dan diprediksi kembali menguat ke depannya.
Menanggapi tren kenaikan harga minyak dunia tersebut, Vice President Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman mengatakan “Harga crude masih berfluktuasi, sekarang dalam posisi tren naik. Pertamina terus mencermati kondisi ini dan paling utama adalah menjaga stabilitas harga dalam rangka stabilitas ekonomi”.
Sama seperti penurunan, tren kenaikan ini juga tidak serta merta memicu Pertamina meninjau ulang harga BBM, karena harga minyak dunia bukan satu-satunya parameter, namun ada berbagai hal lain menjadi pertimbangan.
Fajriyah menambahkan fluktuasi harga minyak mentah dunia ini sejak Maret-April sangat ekstrem, bahkan harga pasar BBM (MOPS) yang berada di bawah harga minyak mentah juga merupakan faktor di luar normal, sehingga sulit menjadi acuan dalam menetapkan harga BBM yang berlaku dalam jangka waktu dua bulan.
Dari laman oilprice.com pula terpantau pada pertengahan Februari 2020 harga crude masih 55 dolar AS per barel dan terus menuju ke level terendah pada April 2020, namun sepanjang Mei 2020 sudah naik kembali.
“Kondisi pandemi COVID-19 mengakibatkan penurunan demand minyak dunia menurun drastis, termasuk Indonesia. Namun, pasokan tersedia melimpah, sehingga memicu turunnya harga yang tidak wajar. Di saat kondisi tidak normal tersebut, kami memutuskan terus memonitor sambil melakukan terobosan bisnis agar dapat mempertahankan keberlangsungan penyediaan energi dari hulu, pengolahan sekaligus memberikan pelayanan, khususnya bagi konsumen yang masih beraktivitas dan membutuhkan BBM,” ujarnya.
Seluruh kegiatan tersebut tetap dijalankan Pertamina untuk menjaga roda perekonomian nasional, termasuk memastikan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi risiko PHK yang saat ini banyak diterapkan industri lainnya.
Fajriyah menambahkan sebagian besar konsumsi BBM masyarakat adalah untuk jenis Solar dan Premium.
“Komitmen menjaga stabilitas harga BBM juga terlihat pada harga Solar dan Premium yang tidak naik dalam periode yang cukup lama sejak 2016, walaupun harga minyak dunia pernah 70-80 dolar AS per barel pada 2018-2019,” ujarnya.
Saat harga crude turun awal 2020, dengan harga masih tergolong wajar dan permintaan masih normal, Pertamina telah menurunkan harga BBM di luar Solar dan Premium pada Januari dan Februari 2020.
Harga BBM Pertamina itu masih menjadi yang terendah dibandingkan badan usaha hilir migas yang beroperasi di Indonesia saat ini. (Ant)