Getsapaki
Aku menyatu bersama bombardir waktu
mendekap malam yang terasa panjang ini
saat istri dan anakku disandera maut
menangisi takdir yang semakin menciut
Tuhan, di manakah istana-Mu?
aku ingin mencurahkan kesakitan ini
saat ajal serupa pedal tanpa pegal
duniaku telah menutup mata; hati
Aroma kematian kami menguar ke udara
semoga menjadi akhir, dari kikir yang telah lahir
bagaimana mereka bisa tega seperti ini?
menumbuk mayat kami ke dasar bumi
Tak lama, surya telah selesai sarapan pagi
membuka mata–menatap kepedihan ini
semuanya telah berakhir
kesunyian kami telah berganti damai
19-20 Desember 2021
11 September
Sebelum musim dingin
Paman Sam mendapat masam
bandara di Escott diterjang topan
dari beberapa orang bersorban
Pesawatnya bagai lalat kena parasit
menukik-licik di udara
muatan beracunnya beraksi
menabrak si kembar yang duduk sendiri
Setelah itu
api membakar dengan gahar
kematian tanpa segan melawan
menjadi tangis serupa hujan gerimis
dari amis lelehan darah manusia
Paman Sam semakin waspada
hidupnya seakan diawasi was-was yang bias
dalam keterpurukannya kala itu
ia sanggup bangkit dengan senyuman baru
22 Desember 2021
Sepasang Merpati
sepasang merpati mati
di jalanan Venesia yang sepi–sendiri
dituangkan di piring keterasingan
dari kerabatnya di seberang
mereka telah mengaku kalah
pasrah dari segala masalah
percintaan mereka
yang penuh keluh kesah; tanpa arah
pemburu di penjuru sana
telah berprasangka menang
dari siasatnya yang dirajut halus
dari celah-celah tiada terduga
kematian merpati seolah berkat
dari dendam yang selama ini dijilat
lebih baik berhati-hati menabur duri
bila salah langkah, tertusuk kaki sendiri
25 Desember 2021
1883; Membaca Lembarannya
selimut hitam menghangatkan langit
membawa bebatuan dari dasar neraka yang curam
sesuram dasar hati; penuh dosa
dilumurinya abu hingga kelabu
serupa wajah ibu yang memelukku
membutakan mata ini
dari beberapa kematian paling laku
suara menangis
entah dari mana sumber lubangnya?
ceruk-ceruk kecil, tumbuh mungil seperti kancil
semoga tidak terlalu ganjil
wahai duka paling melaut
lalu vegetasi itu
kini mulai bugar tubuhnya
tumbuh di sela-sela jendela
menjadi mata, membuka hati
membaca lembarannya
26 Desember 2021
Agus Sanjaya lahir di Jombang, 27 Agustus 2000. Ia sering mengikuti lomba cipta cerpen dan puisi secara online. Buku pertamanya berjudul Akar Kuning Nenek, serta keduanya berjudul Lima Sekawan terbit di Guepedia tahun 2020. Saat ini ia tengah sibuk kuliah, mengirimkan karya ke media, menimba ilmu di COMPETER Indonesia dan Kelas Puisi Bekasi (KPB).