25.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaSastraPuisiRekuiem - Puisi Puisi Ghufroni An’ars

Rekuiem – Puisi Puisi Ghufroni An’ars

IBUKOTA

pohon-pohon beton
benteng kaca raksasa

kunang-kunang neon
kecoak penjaja aqua
stella jeruk aroma trauma
kesemutan di kepala
tablet pereda cepalgia
paranoia paranoia
merajut hari menjadi nasi
tidur sebentar lagi
sebelum dering kembali
meledak di jantung pagi
tercekik notifikasi
tragedi sehari-hari
mekanisme bertahan hidup
menampar kantuk
sepiring nasi uduk
segelas torabika
segala hanya imitasi
buatan ibu yang paling asli
tapi tak ada ibu kita di ibukota
hanya pohon-pohon beton
benteng kaca raksasa
jalan pulang tertinggal di masa lalu
pudar digerus polusi
tarian sunyi
dalam putaran tiada henti

Jakarta, 30/5/2022

Maya

semalam kau menderu seperti angin
gemetar seperti pohonan disisir dingin
saat lanskap terbit di punggung pagi
haru tak tampak lagi di mana pun kumencari
kau mulai memulas pipi dan alis
memastikan setiap garis terbentuk simetris
seperti kue ulang tahun buat remaja
manis dan sia-sia
kau tertawa di depan kamera
sambil sesekali memastikan,
tak ada celah dalam riasan cerlang merona
kau sibuk melihat angka yang terus bertambah
penonton menulis pesan dan kau membacanya
layar sembilan banding delapan belas dalam genggaman
seperti lampu panggung yang menyorotmu di tengah kegelapan
kau mulai menjawab pertanyaan mereka
tentang menjadi sempurna dan hal mustahil lainnya
lalu malam tiba menampar pipimu yang merona
kau menderu seperti angin
gemetar seperti pohonan disisir dingin

Metro, 15/3/2021

Rekuiem

selamat pagi, dunia
kita menyerah pukul berapa?
kita, katamu, akan sampai tepat waktu
tapi waktu hanyalah anak panah yang melesat meleset
pada suatu pagi yang jernih, di punggung kamboja putih, gerimis mendidih
doa-doa menjadi asap dan awan, kekal bersemayam dalam tiap kekalahan

Tanjung Karang, 11/5/2022

Hasrat

ada yang mati sore itu
ingatan yang melekat seperti de javu
larut bersama rutin, ruang kerja yang dingin
pegal dari pinggang hingga ke punggung
manusia-manusia porselin
adu bising berebut panggung
lampu kota menyala
di sepanjang jalan pulang
bersih bagai sepasang mata
mata yang terbuka dalam mimpimu
mimpi yang tak damai
dan tak bisa kauhindari
lalu kau bayangkan
dirimu menjelma tiap jengkal
jalan baru yang asing itu
sementara sesuatu yang terlepas dari dirimu
berubah menjadi arah
yang terlanjur punah dari denah
tiap kali kau ingin kembali
hanya ada jalan panjang tiada ujung

yang percuma saja kau ikuti
sebab setiap rambu telah berganti
dengan bahasa yang tak kau pahami
yang sia-sia kau siasati
sebab setiap kelok membawamu lebih jauh
dari apa pun yang pernah kau tandai
kau mencarinya ke pusat belanja
taman hiburan, perpustakaan,
rumah ibadah, teknologi, perempuan,
hingga ke seberang jalan
jalan yang memisahkan dirimu
dari sesuatu yang tak dapat kau jangkau lagi
sementara yang kau kenali kini
tinggal segala yang sama sekali baru
yang mencekik kerah bajumu nyaris setiap waktu
lalu kau bicara dengan suara parau di akhir pekan
kepada cermin, kepada dirimu sendiri
atau kepada tak seorang pun, barangkali:
mustahil mencari, sesuatu yang telah mati

Tanjung Karang, 20/6/2022

Ghufroni An’ars, lahir dan menetap di Lampung. Bekerja sebagai editor di Omong-Omong Media dan pengajar di Universitas Teknokrat Indonesia. Dia dapat ditemui di instagram @gufranars

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer