Mataram (Inside Lombok) – Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Lombok Barat nonaktif, Ispan Junaidi, didakwa memeras tiga kontraktor proyek penataan kawasan wisata yang bergulir di tahun 2019.
Hal tersebut terungkap dalam materi dakwaannya yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Mataram, Lalu Julianto, di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Rabu.
“Setiap bulan September 2019, terdakwa melalui saksi I Gede Aryana Susanta, meminta 8,5 persen fee dari saksi kontraktor pelaksana proyek,” kata Julianto ke hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Sri Sulastri.
Dalam uraian dakwaannya, Julianto menjelaskan bahwa ada tiga paket proyek penataan kawasan wisata yang bergulir di Dinas Pariwisata Lombok Barat dengan sumber anggarannya berasal dari dana DAK tahun 2019.
Paket pertama adalah proyek penataan kawasan wisata di Desa Sesaot, yang menelan anggaran Rp1,065 miliar dan dimenangkan CV Big Bang.
Kemudian ada proyek penataan kawasan wisata di Desa Buwun Sejati dengan nilai Rp1,090 miliar dan dikerjakan CV Tiwikrama. Terakhir, proyek penataan kawasan wisata di Desa Pusuk Lestari senilai Rp1,5 miliar yang dimenangkan CV Titian Jati.
Dari tiga proyek tersebut Ispan melalui saksi I Gede Aryana Susanta, pejabat pembuat komitmen (PPK) meminta seluruh rekanan untuk datang menghadap padanya.
Permintaan itu berkaitan dengan pencairan dana termin pertama setelah sebelumnya uang muka proyek dicairkan kepada masing-masing kontraktor.
Namun untuk mencairkan dana termin pertama, setiap kontraktor diminta untuk memberikan fee sebesar 8,5 persen dari nilai kontrak proyek. Jika tidak, pencairan dana untuk termin pertama bakal tersendat.
Setelah mendengarkan permintaan terdakwa, ketiga kontraktor, yakni Erwan Darwanto dari CV Tiwikrama, Topan Aprianto dari CV Bing Bang, dan Muhammad Tauhid dari CV Titian Jati, merasa keberatan dan meminta Ispan Junaidi untuk menurunkan standar fee menjadi 6,5 persen.
Hasilnya, Ispan Junaidi menyetujui persentase fee yang diajukan pihak kontraktor menjadi 6,5 persen. Namun satu diantaranya, yakni Muhammad Tauhid dari CV Titian Jati yang mengerjakan proyek penataan kawasan wisata di Desa Pusuk Lestari, menolak dan meminta untuk kembali menurunkan persentasenya.
“Dari saksi pertama, Erwan Darwanto menyerahkan Rp63 juta melalui PPK, di Lesehan Pondok Galih. Kemudian dari Saksi kedua, Topan juga turut menyerahkan Rp50 juta melalui PPK. Tapi untuk saksi ketiga, Tauhid, tidak sanggup memberikan fee 6,5 persen dan meminta menjadi 5 persen karena alasan kondisi lapangan yang cukup jauh,” ucapnya.
Setelah negosiasi dengan Ispan, akhirnya persentase 5 persen itu dikabulkan. Tepatnya pada Selasa (12/11), saksi ketiga, Tauhid, langsung menemui Ispan Junaidi di ruangannya dan menyerahkan fee 5 persen dari nilai kontrak kerjanya, sebesar Rp72 juta.
“Menindaklanjuti informasi tersebut, Tim Kejari Mataram langsung menuju lokasi (Ruang Kadispar Lombok Barat) dan menangkap terdakwa yang sedang berada di ruang rapat kerjanya dengan turut mengamankan tas yang di dalamnya ditemukan amplop coklat berisi uang Rp73 juta bertuliskan Pusuk Lestari dan tas plastik hitam berisi uang Rp15 juta,” ujar dia.
“Jadi dari tiga kontraktor proyek, terdakwa meraup uang mencapai Rp185 juta,” ucap Julianto.
Usai mendengar dakwaannya dibacakan, Lalu Sultan Alifin, Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa Ispan Junaidi, meminta kesempatan kepada Majelis Hakim untuk mengajukan eksepsi.
Kepada Majelis Hakim, Sultan awalnya meminta waktu dua pekan untuk menyiapkan materi eksepsinya. Namun setelah dikaji kembali, Ketua Majelis Hakim Sri Sulastri memberi kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan eksepsinya pada pekan depan, Selasa (17/12). (Ant)