25.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaBerita UtamaMengingat Kembali Seni Bela Diri Tradisional 'Belanjakan'

Mengingat Kembali Seni Bela Diri Tradisional ‘Belanjakan’

Lombok Timur (Inside Lombok)- Semasa lampau, masyarakat Suku Sasak khususnya di wilayah Kabupaten Lombok Timur (Lotim) sudah mengenal seni bela diri tradisional khas Suku Sasak yaitu Belanjakan.

Jika di Negara Thailand terdapat bela diri Muay Thai, Cina dengan Kungfunya, dan Jepang dengan bela diri Karate, di Lombok ada Belanjakan. Belanjakan sudah sedari dulu ada. Bela diri tersebut pada zaman dahulu sering dilaksanakan di tengah sawah yang sudah panen dan membuat alas tanding dari jerami bekas panen.

Istilah dari belanjakan itu sendiri diambil dari Bahasa Suku Sasak yaitu “Lanjak” yang berarti “Membanting” dan kata “Belanjakan” yang berarti “Saling Banting”. Pihak yang beradu dalam belanjakan disebut “Pepadu”.

Belanjakan adalah seni bela diri antara dua orang pepadu yang saling berlawanan. Mereka beradu dengan tangan kosong, namun dengan aturan yang sudah ditetapkan sejak nenek moyang. Yang bertahan hingga waktu berakhir akan ditetapkan sebagai pemenang.

Abdul Hanan, salah seorang pepadu yang berasal dari Desa Aik Dewa, Kecamatan Pringgasela, yang tersohor pada tahun 1970-1990 an, menuturkan bahwa seni bela diri tradisional itu sudah ada sejak nenek moyangnya dan tradisi itu diwariskan. Tak jarang dirinya semasa kecil sering ikut dalam tarung pepadu antar-kecamatan di Lotim.

“Dulu sebelum tarung pepadu tingkat dewasa, kita yang masih kecil dulu yang diadu untuk memancing minat para penonton, setelah penonton ramai barulah orang dewasa yang bertarung,” ucapnya saat ditemui di rumahnya oleh Inside Lombok, Jumat (05/03/2021).

Seiring berjalannya waktu, kata Hanan, pada tahun 1980 bela diri Belanjakan yang ia geluti akhirnya dilirik oleh Pemerintah Provinsi NTB dengan mengirim Abdul Hanan bersama satu orang rekannya untuk mengikuti Pameran Kebudayaan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta.

Berselang 24 Tahun dari Pemeran Kebudayaan di Jakarta Timur, Abdul Hanan dan sembilan orang rekannya kembali dikirim ke Pulau Dewata Bali oleh Gubernur NTB pada masa jabatan Lalu Srinata untuk mengikuti Festival Olahraga Tradisional (FOT) Se-Indonesia. Ia bersama dengan satu tim olahraga tradisional khas Suku Sasak lainnya yaitu Presean.

“Pada saat FOT di Bali, kita berkompetisi dengan seluruh provinsi lainnya di Indonesia dengan menampilkan bela diri masing-masing. Alhamdulillah pada waktu itu kita menduduki peringkat ke delapan dari 34 provinsi,” tutur Hanan.

Provinsi NTB berhasil mendapat sepuluh besar itu setelah mampu menampilkan bela diri Belanjakan dan Presean dengan sangat apik dan menarik. Dengan menempati posisi ke delapan pada FOT itu, NTB berhasil mengalahkan tuan rumah yaitu Provinsi Bali.

Akan tetapi, beberapa tahun kemudian setelah FOT di Bali, bela diri tradisional itu berangsur mulai terkikis oleh zaman, dan hampir tidak pernah lagi terlihat adanya tarung pepadu antar wilayah.

Beruntungnya, sejak tahun 2017 organisasi pemuda Masbagik mampu membangkitkan potensi bela diri tradisional khas Suku Sasak itu dengan membuat festival setiap tahunnya.

“Beruntungnya sekarang bela diri itu mulai dilestarikan lagi,” imbuhnya.

Akan tetapi, pada Festival Belanjakan tersebut sedikit mengalami perubahan dari Belanjakan zaman dahulu, baik itu dari tempat dan teknik Belanjakan. Di mana pada zaman dahulu alas tanding dari jerami dan sekarang diganti dengan matras. Akan tetapi peraturan tetap sama dengan zaman dahulu, para pepadu hanya dibolehkan untuk menendang, membanting, dan mengunci.

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer