Lombok Timur (Inside Lombok) – Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menelisik masalah yang timbul dalam proses pendistribusian bibit bawang putih di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur.
Langkah tersebut dilakukan menyusul adanya gejolak di tengah masyarakat petani yang menolak bibit bawang putih bantuan pemerintah di Tahun Anggaran 2018 itu.
Kasubdit I Bidang Industri dan Perdagangan (Indag) Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Feri Jaya Satriansyah di Mataram, Senin (11/03/2019), menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari peran kepolisian untuk mengetahui permasalahan yang memicu timbulnya reaksi penolakan bibit bantuan.
“Sesuai dengan fungsi Polda NTB, setiap masalah yang ada di lapangan pasti akan dikoordinasikan, dari tingkat polres sampai polsek-polsek. Untuk informasi yang di Sembalun, sudah kita terima dan akan kita pantau,” ujarnya.
Permasalahan yang muncul dalam pendistribusian bawang putih di Kecamatan Sembalun terkesan kompleks. Permasalahan yang pernah terjadi pada pendistribusian di Tahun Anggaran 2017, kembali terulang lagi.
Puncak permasalahannya timbul dari reaksi penolakan masyarakat petani penerima bantuan bibit bawang putih pada akhir pekan lalu. Sebanyak belasan karung merah berisi bibit bawang putih tanpa keterangan bobot itu ditolak masyarakat petani dengan menyerahkannya ke Polsek Sembalun.
Bibit bantuan pemerintah itu diserahkan dengan harapan pihak kepolisian dapat membantu masyarakat petani dalam menyelesaikan permasalahan bobot yang tidak sesuai dengan persetujuan awal.
Menurut keterangan salah seorang anggota kelompok tani yang enggan disebutkan identitasnya, bobot untuk satu karung yang diterima dari pemerintah menyusut dari 25 kilogram menjadi 5-8 kilogram.
“Seharusnya dalam satu karung itu beratnya bisa sampai 25 kilogram, tapi ini kurang, ada yang sampai 5 kilogram,” katanya.
Berbeda lagi dengan permasalahan yang sebelumnya terungkap dalam proses pendistribusian bibit pertama pada periode Januari-Februari 2019, terhimpun sebanyak 300 hektare dari 1.100 hektare lahan petani yang telah terverifikasi oleh Dinas Pertanian Lombok Timur yang ternyata fiktif.
Hal tersebut terungkap karena tidak adanya bukti dari keberadaan nama-nama kelompok tani yang menguasai lahan dengan luas total mencapai 300 hektare.