28.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaBerita UtamaKasus Pelecehan Puluhan Mahasiswi di Mataram, Pelaku Diduga Manfaatkan Kemampuan Metafakta Merayu...

Kasus Pelecehan Puluhan Mahasiswi di Mataram, Pelaku Diduga Manfaatkan Kemampuan Metafakta Merayu Korban

Mataram (Inside Lombok) – Kasus pelecehan seksual terhadap puluhan mahasiswi dari beberapa universitas di Kota Mataram masih terus berproses. Meski laporan terhadap pelaku sudah diterima, pihak kepolisian belum melakukan penangkapan lantaran masih dalam proses pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan bukti.

Dari pemeriksaan yang dilakukan, diduga pelaku memanfaatkan kemampuan metafakta untuk merayu korbannya. Yaitu kemampuan memperdaya orang lain agar di bawah pengaruhnya dan memenuhi semua keinginan si pelaku. Korban pun diperkirakan tidak hanya 10 orang yang saat ini sudah melapor ke polisi, melainkan lebih banyak lagi.

“Dia punya kemampuan metafakta, memang kelihatannya hampir sama seperti kasus di Jombang itu. Jadi dia memanfaatkan itu (kemampuan metafakta),” ungkap Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mataram (Unram), Joko Jumadi, Kamis (21/7).

Sebelumnya, sudah ada dua orang saksi yang diperiksa atas kasus tersebut. Namun ini saksinya bertambah menjadi enam orang yang sudah didatangkan oleh pihak BKBH FH Unram. “Jadi ada enam saksi yang sudah kita datangkan dan itu semuanya adalah saksi korban. Artinya tidak ada saksi yang tidak terkait sebagai korban, minimal dia hampir menjadi korban,” tuturnya.

Para saksi atau korban adalah mahasiswi dari beberapa universitas di Kota Mataram. Pelaku sendiri memakai modus membantu para korban mengerjakan tugas akhir atau skripsi dengan memanfaatkan jaringannya dengan para dosen di beberapa kampus tersebut.

“Sekali lagi dia bukan dosen. Kenapa mahasiswa itu bisa konsultasi sama dia? Jadi dia (pelaku, Red) itu PALUGADA, apa lu butuh gue ada,” ujarnya.

Pelaku disebutnya bisa masuk ke kalangan mahasiswa berawal dari pertemanan-pertemanan, seperti dari lingkaran pertama korban A yang dikenalkan oleh bibinya pada si pelaku. Korban A kemudian memiliki teman, dan pelaku mencoba masuk dalam lingkaran pertemanan korban A.

“Melalui si A yang ketemu dengan temannya, waktu mereka ngumpul dia (pelaku) ambil nomor HP temannya si A, dia memanfaatkan situasi dan apa yang menjadi kelemahan dari korban,” terangnya.

Untuk merayu korbannya, pelaku juga mencoba mencari informasi targetnya. Tentunya dengan memanfaatkan kemampuan metafaktanya tersebut. Sehingga korban yang dirayu ini dengan mudahnya percaya apa saja yang dikatakan oleh pelaku.

“Jadi ketika korban berhadapan dengan pelaku, pelaku ini mengetahui semua informasi dari targetnya. Jadi dia memanfaatkan apa yang kemudian menjadi masalah dari korbanya,” katanya.

Ditegaskannya informasi dari awal sudah sampaikan pelaku bukan dosen, dia hanya mengaku sebagai dosen. Apalagi pelaku ini hanya lulusan SMA. Namun si pelaku mengaku sebagai psikolog, advokat, notaris dan lainnya.

“Seringkali dia menjadi makelar kasus juga, dia ini pemain. Kalau dia bukan pemain tidak mungkin serapi itu dia bekerja, dia tau selah hukum di Indonesia itu,” ucapnya.

Selain itu dari identitas pelaku di KTP-nya tercantum gelar sarjana hukum dan magister hukum. Setelah di cek ke Dukcapil dan memang benar nama pelaku menggunakan SH dan MH. Namun setelah dicek ke lingkungan tempat tinggalnya, para tetangga sekitar tempat tinggal pelaku mengaku bahwa pelaku tidak pernah kuliah.

“Dia hanya lulusan PGA (pendidikan guru agama) tahun 80-an. Kalau yang dikita ada korban yang memang mau dan memang datang ke kita mau dia bersaksi, ada korban datang ke kita tapi tidak mau bersaksi. Yang sudah kita identifikasi ada 10, itu yang dia datang ke sini mau jadi saksi plus ada yang datang tapi dia tidak mau jadi saksi,” jelas Joko.

Pelapornya hanya satu saja sementara ini karena melihat modusnya seperti multi level marketing dalam merayu para target korbannya. “Dugaan kita puluhan orang yang menjadi korban. Apalagi diperkuat di 2019, di BPKH pernah mendapatkan telpon dari seorang perempuan di Sumbawa yang menjadi korban dari pelaku. Tetapi setelah beberapa konsultasi dia memilih untuk tidak melaporkan, itu di 2019,” paparnya.

Sementara itu, modusnya dilakukan oleh pelaku bukan hanya soal bantuan pembuatan skripsi. Alasan lain digunakan pelaku adalah mencarikan mahasiswi magang di kantor notaris, pengobatan hingga buang sial. “Dia memanfaatkan kira-kira apa yang (menjadi) kelemahan masing-masing (korban),” tandas Joko. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer