Mataram (Inside Lombok) – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) NTB menyebutkan ditengah kondisi ancaman resesi global saat ini, masyarakat maupun pengusaha hanya mampu bertahan. Pasalnya dampaknya sudah mulai dirasakan dengan naiknya sejumlah barang hingga bahan pokok, menyebabkan terjadinya inflasi.
Menurut Ketua Kadin NTB, H Faurani yang bisa dilakukan saat ini hanya bertahan terutama para pengusaha. Di mana bertahan sembari melihat kedepan situasi ini akan seperti apa. Karena untuk mencari solusinya hingga kini belum ada, bahkan pemerintah saja belum ada formula yang ditemukan untuk mengatasi atau mencegah dampak lebih besar dari ancam resesi global ini.
“Bertahan tapi tetap berusaha, kalau efisien sudah dilakukan teman-teman pengusaha ini. Masing-masing harus cari solusi, tapi belum ketemu,” ujar Faurani, Jumat (29/7).
Bahkan para pengusaha sudah “mengencangkan ikat pinggang” atau berhemat agar dampak resesi global tidak meluas. Hanya saja hantaman bagi dunia usaha tiada henti-hentinya, khusus di NTB. Berawal dari gempa pada 2018, kemudian pada saat masa pemulihan dihantam dengan Covid-19 awal-awal 2020, kemudian dampak perang Rusia dan Ukraina, ditambah bayangan resesi global.
“Sudah teman teman ikat pinggang, tapi kan tidak berakhir ujian ini, ada ujian baru. Dampak inflasi ini ngeri, ada beberapa teman-teman yang punya perusahaan itu tutup karena sudah tidak bisa bertahan, ” ungkapnya.
Ada beberapa bidang yang menutup usaha mereka. Pasalnya jika dipaksakan untuk buka maka akan menambah cost (Biaya, red). Maka dari itu tidak ada pilihan lain selain menutup dan mem- PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pekerjanya. Sementara bidang-bidang usaha yang banyak tutup yakni di konstruksi.
“Yang tidak bisa berjalan perusahaan konstruksi, ini banyak yang tutup hampir ratusan. Setelah pandemi ini rupanya belum selesai ujian kepada semua. Bukan pengusaha saja tapi masyarakat,” katanya.
Untuk itu diharapkan dengan perputaran uang dari APBN, sayangnya APBN turun drastis. Sekarang bagaimana kebijakan pemerintah pusat ini menangani situasi ini, kondisi tersebut juga sangat mempengaruhi daerah NTB. Saat ini yang bisa diharapkan di NTB tidak banyak, hanya beberapa saja.
“Apa yang kita harapkan di NTB ini hasil buminya? kalaupun pariwisata nya kan belum seindah yang diharapkan. Sehingga ini kalau saya bilang kondisi teman-teman pengusaha ini masih kesulitan,” ungkapnya.
Faurani mengatakan semua kalangan dapat sama-sama amati kenaikan harga, yang mana mulai tidak bisa mengontrol kenaikannya. Bahkan ada beberapa komoditi tidak bisa di kontrol harganya. Seperti harga bahan baku ini naik, maka akan berpengaruh ke operasional perusahaan-perusahaan ini. Apalagi sektor industri energi yang mana sudah dinyatakan harganya naik.
“Perusahaan ini ada yang membutuhkan bahan bakar energi, itu berpengaruh nanti inflasinya naik. Sekarang inflasi sudah terjadi dimana-mana, baik dunia, nasional maupun daerah kita.Contohnya harga sudah mulai naik, itu sudah inflasi,” terangnya.
Di sisi lain, jika melihat akumulasi keseluruhan sebuah kejadian yang memang kalau dilihat masyarakat belum siap melihat ini, begitu juga Dunia belum siap. Terlebih dengan adanya kenaikan harga hingga terjadi inflasi. Hal yang dikhawatirkan ini adalah naiknya harga bahan pangan. Pasalnya dampak dari kenaikan bahan pangan ini akan sangat memperbaharui semuanya.
“Mudah-mudahan kita dapat keamanan, karena ini semua akan merembet. Sekarang Pemerintah pusat, Pemda, kami pengusaha ini memiliki langkah apa selanjutnya. Teman-teman sudah kebingungan kalau sudah kena usahanya. Ini kan betul-betul kaya ada badai datang tiba-tiba,” jelasnya. (dpi)