Mataram (Inside Lombok) – Baiq Nuril Maknun dengan didampingi Tim Kuasa Hukumnya berangkat ke Jakarta, Senin (08/07/2019). Keberangkatan tersebut untuk mengejar amnesti yang ditawarkan Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (05/06/2019) lalu.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Baiq Nuril, Joko Jumaidi, menerangkan bahwa dirinya bersama-sama dengan Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Mataram (Unram) yang turut mendampingi kasus tersebut, Widodo Dwi Putro, akan berangkat ke Jakarta mengikuti agenda yang telah difasilitasi oleh Anggota MPR fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka.
“Kan presiden minta untuk membuka peluang, untuk apa yang bisa dibantu oleh presiden. Oleh karena itu kita coba bicara dengan Kemenkumham seperti apa,” ujar Joko kepada Inside Lombok, Senin (08/07/2019) saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Sebelumnya Jokowi memang menjanjikan akan memberikan grasi ataupun amnesti bagi Baiq Nuril jika kasus yang dialami Baiq Nuril mendapati jalan buntu. Walaupun begitu, Jokowi dalam keterangan persnya yang disampaikan di Manado, Sulawesi Utara, pada Jumat lalu menekankan bahwa hal tersebut akan dibicarakan dulu dengan Menteri Hukum dan Ham, Jaksa Agung, dan Menkopolhukam.
Joko sendiri selaku Kuasa Hukum menerangkan bahwa agenda yang sudah pasti akan dijalani di Jakarta hari ini adalah pertemuan dengan pihak Kementrian Hukum dan Ham (Kemenkumhan). Pertemuan tersebut guna membahas secara teknis apa yang harus dilakukan Baiq Nuril dan Tim Kuasa Hukum untuk mendapatkan bantuan dari presiden.
“Yang kemenkumhan lebih kepada kita secara teknis apa yang harus kami lakukan sesuai dengan arahan Presiden kemarin itu,” ujar Joko.
Sedangkan untuk agenda lain diterangkan Joko masih menunggu penjadwalan dan respon lebih lanjut. Joko sendiri berharap pihaknya mendapat kesempatan untuk membicarakan langsung masalah tersebut dengan Presiden.
“Hari ini ketemu Kemenkumhan. Tetapi untuk urusan dengan yang lain itu masih kita cari, masih di jadwalkan apakah ketemu DPR, Staf Keprisidenan, atau Presiden,” ujar Joko.
Joko sendiri menerangkan bahwa pihaknya merasa keputusan yang diambil oleh Majelis hakim dari Mahkamah Agung dalam putusan sidang Peninjauan Kembali adalah salah. Karena itu, pihaknya mengupayakan amnesti yang hanya bisa diberikan oleh Presiden.