Mataram (Inside Lombok) – Pulau Lombok sebagai daerah penghasil tenun sudah mulai dikenal oleh masyarakat luas. Namun sayangnya, ciri khas ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk melabelkan semua jenis tenun dengan tulisan Lombok.
“Selama itu tidak melabelkan Lombok, itu tidak ada permasalahan. Yang bermasalah itu ketika dilabelkan dengan tulisan Lombok dan seolah-olah itu tenunan Lombok,” kata Kepala Dinas Perindustrian Provinsi NTB, Nuryanti, Kamis (1/12).
Ia mengatakan, saat ini tenun bukan asli Lombok yang berlabelkan Lombok sudah banyak beredar dengan harga yang lebih murah. Persoalan ini banyak ditemukan karena belum adanya edukasi yang massif terkait pemberian label pada produk.
“Belum teredukasi dengan baik dan belum ada yang saling mengingatkan kalau ada kewajiban,” katanya.
Kain tenun yang banyak dijual dengan harga murah ini disebut bersumber dari luar daerah. Maraknya penjualan kain tenun yang bukan asli Lombok ini karena adanya rencana pemerintah daerah untuk menggunakan kain tenun sebagai seragam wajib.
“Yang pastikan di-drop dari luar. Yang jual masyarakat kita juga. Sehingga kita mengimbau saja, karena pembeli yang cerdas beli lah kain tenun asli NTB. Yang menjual juga jangan melabelkan Lombok pada tenunan yang bukan asli NTB,” ujarnya.
Dinas Perindustrian Provinsi NTB saat ini belum bisa untuk melakukan tindakan tegas. Upaya yang harus gencar dilakukan dengan edukasi dan imbauan kepada masyarakat. Karena pembelian tenun yang bukan asli dan berlabelkan Lombok juga kurangnya pengetahuan dari masyarakat.
Ditambahkannya, berdasarkan hasil temuannya tenun jepara dan daerah lainnya banyak berlabelkan Lombok. Padahal, motif pada tenun tersebut bukan asli daerah yang dikenal dengan Pulau Seribu Masjid ini. “Motifnya bukan tenun kita itu bukan palsu ya. Dia melabelkan tenun lombok padahal itu tenun bukan NTB. Brand bahwa NTB itu surganya tenun itu yang diambil,” ungkapnya.
Upaya yang dilakukan saat ini untuk mensosialisasikan motif tenun NTB baik khas Lombok maupun di Pulau Sumbawa yaitu dengan dijadikannya sebagai motif pada bangunan. “Di bandara itu sudah mulai motif tenun. Kalau di Bima itu motif tenun renda,” jelas Yanti.
Disebutkan, jumlah penenun di NTB mencapai 10 ribu orang. Di satu desa yang fokus memproduksi kain tenun mencapai 3 ribu orang penenun. “Di Sukarara, di Pringgasela itu sudah rata-rata penenun,” pungkasnya.(azm)