26.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaDaerahNTBPemberian Dispensasi Perkawinan Anak Masih Jadi Masalah Dilematis

Pemberian Dispensasi Perkawinan Anak Masih Jadi Masalah Dilematis

Mataram (Inside Lombok) – Perkawinan usia anak masih kerap terjadi dengan salah satu celahnya adalah melalui permohonan dispensasi ke pengadilan. Kasus perkawinan anak di Provinsi NTB memiliki angka perkawinan anak di atas rata-rata nasional.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2020 kasus perkawinan anak yaitu sebesar 16,61 persen turun menjadi 16,23 persen di 2022. Penurunan yang terjadi disebut masih kurang signifikan.

Merespons hal tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah berinisiatif mengeluarkan serangkaian kebijakan, di antaranya Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 34 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak Tahun 2023-2026.

Meskipun demikian, perkawinan anak masih kerap terjadi, salah satunya dilakukan melalui jalur dispensasi. Dialog kebijakan publik yang digelar menjadi strategis karena melibatkan berbagai pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan yang berwenang dalam perihal dispensasi perkawinan anak.

Direktur Eksekutif Plan Indonesia, Dini Widiastuti mengatakan berdasarkan temuan di lapangan dan konsultasi anak menunjukkan pentingnya penguatan peran masyarakat dalam pencegahan perkawinan anak, termasuk tokoh agama dan adat.

“Perlunya pengawasan dan dukungan organisasi kemasyarakatan, serta komunitas anak dan kaum muda – termasuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) – masyarakat termasuk sekolah untuk mampu mengenali risiko, melaporkan kasus, dan merespon kasus perkawinan anak,” katanya.

Selain itu, Manager Kebijakan dan Advokasi Plan Indonesia, Ronald Rofiandri memaparkan salah satu temuannya yaitu putusan dispensasi perkawinan masih belum berorientasi pada kepentingan terbaik bagi anak, justru putusan dapat memperburuk keadaan anak, khususnya anak perempuan.

“Pada implementasinya masih membutuhkan penyempurnaan dengan memastikan keterlibatan anak dan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Pendapat atau keterangan secara independen termasuk alasan mendesak dikaitkan dengan kepentingan terbaik bagi anak untuk masa kini dan masa depan dalam penetapan dispensasi kawin masih tidak terlalu dipertimbangkan oleh hakim,” tambah Ronald.

Kepala Dinas Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, Nunung Triningsih, mengatakan Pemda sudah memiliki perda dan awik-awik namun sanksi belum diterapkan secara tegas di lapangan. Hal ini menyulitkan untuk menindak pelaku perkawinan anak. “Komitmen kita bersama dalam melakukan pencegahan perkawinan anak dan jika kita melakukan bersama, angka kasus perkawinan bisa menurun,” ucapnya. (azm)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer