Mataram (Inside Lombok) – Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga yang berada di kawasan wisata Gili Air, Kabupaten Lombok Utara.
Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Syarif Hidayat di Mataram, Senin, mengungkapkan, lima tersangka dalam kasus ini adalah mereka yang diduga bekerja sama melakukan penyimpangan terhadap anggaran proyek tahun 2017 senilai Rp6,28 miliar.
“Jadi lima tersangka itu, satu dari unsur pemerintahan, sisanya dari unsur swasta,” kata Syarif.
Lima tersangka yang muncul dari hasil gelar perkara tersebut adalah mantan Kabid di Dishublutkan Lombok Utara yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) berinisial AA, konsultan pengawas berinisial LH dan SW, serta rekanan pelaksana proyek berinisial ES dan SU.
Setiap tersangka, jelasnya, dijerat dengan Pidana Pasal 2 dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI No 20/2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
“Modusnya, laporan dibuat mundur. Jadi laporannya itu tidak sesuai dengan progres,” ujarnya.
Meskipun laporannya tidak sesuai, namun PPK terap melakukan pembayaran pekerjaannya sampai lunas. Hal itu pun menimbulkan kerugian negara yang nilainya diperkirakan mencapai Rp1,24 miliar.
Diketahui bahwa proyek yang seharusnya tuntas pada Desember 2017 itu sempat diberikan waktu perpanjangan hingga Januari 2018. Keringanan itu diberikan karena pengerjaannya yang belum tuntas.
Namun hingga batas waktu pengerjaan di bulan Januari 2018, proyek tersebut belum juga selesai. Walaupun pada akhirnya Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar meresmikan pembangunannya.
Hasil penyidikan menemukan indikasi pekerjaan pembangunan tidak sesuai spesifikasi. Demikian juga dengan volume pekerjaannya.
Proyek dermaga Gili Air dibiayai dengan anggaran dari APBN dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) 2017. Proyek itu ditender dengan pagu anggaran Rp6,7 miliar, yang kontrak kerjanya sebesar Rp6,28 miliar. (Ant)