Mataram (Inside Lombok) – Tim Kuasa Hukum Baiq Nuril Maknun (36) atau yang akrab disapa Nuril mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus yang sedang dihadapi terdakwa. Permohonan tersebut telah diterima oleh Pengadilan Negeri Mataram Kelas IA tertanggal Kamis (03/01/2019).
Kuasa Hukum terdakwa, Yan Mangandar Putra, menerangkan bahwa proses hukum selanjutnya tinggal menunggu Pengadilan menentukan Hakim dan Penitera pengganti. Serta menjadwalkan siding pemeriksaan untuk Berita Acara (BA) Sidang dan BA Pendapat.
“Nuril dan Tim Hukum sangat berterima kasih kepada masyarakat dan memohon doanya. Semoga putusan dari Peninjauan Kembali nanti mempertimbangkan nilai keadilan yang hidup di masyarakat,” ujar Yan saat ditemu pada Kamis (03/01/2019).
Permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum Nuril tersebut terkait dengan putusan tingkat kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 574 K/PID.SUS/2018 yang membatalkan putusan dari Pengadilan Negeri Mataram Nomor 265/Pid.Sus/2017/Pn.Mtr tertanggal 26 Juli 2017. Dimana putusan Pengadilan Negeri Mataram menyatakan Nuril tidak bersalah sedangkan Mahkamah Agung menyatakan nuril bersalah.
“Kami melihat ada kekhilafan dimana Hakim Kasasi, dengan sengaja atau tidak disengaja, telah mencoba menarik kesimpulan baru dari fakta-fakta yang ada. Padahal menarik kesimpulan tersebut adalah kewenangan dari pengadilan pertama, dalam hal ini kewenangan dari Pengadilan Negeri,” ujar Yan.
Yan juga menerangkan bahwa kewenangan Hakim Kasasi sebatas menilai penerapan hukum dari pengadilan tingkat pertama atau pengadilan tinggi.
Dasar dari Permohonan PK yang diajukan oleh Kuasa Hukum Nuril ini sendiri adalah ketentuan dalam pasal 263 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Bunyi dari undang-undang tersebut adalah, “apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.”
Terkait kekhilafan hakim yang dimaksudkan dalam Pasal 263 tersebut, Yan menyampaikan beberapa poin. Poin tersebut antara lain:
- Bahwa putusan Judex Juris dair Mahkamah Agung tidak memperhatikan nilai/moralitas maksud dari Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang mencegah orang agar tidak melakukan perbuatan Asussila. Dalam hal ini, faktanya, tindakan assusila dilakukan oleh Haji Muslim. Dimana Haji Muslim menceritakan peristiwa asusila hubungan intimnya dengan seroang perempuan kepada Nuril;
- Bahwa bukti yang dihadirkan di pengadilan tidak bisa deanggap sah karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dimana syarat dari bukti tersebut haruslah (1) dapat diakses, (2) ditampilkan, (3) dijamin keutuhannya, dah (4) dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan dua orang saksi, yaitu Muhajidin dan Indah Deporawati, menyatakan dibawah sumpah bahwa rekaman yang diperdengarkan di pengadilan berdeba dengan rekaman yang diperdengarkan oleh Nuril sebagai pelaku.
- Bahwa Mahkamah Agung dalam putusannya hanya memberi penguraian pertimbangan yang sifatnya mengulan dari uraian-uraian hukum ng dikemukakan dalam surat dakwaan dan memori kasasi dari Penuntut Umum, bukan berdasarkan pada fakta hukum yang ada. Hal tersebut oleh kuasa hukum terdakwa dinilai menunjukkan kekhilafan dan merupakan suatu kekeliruan yang nyata dari putusan Mahkamah Agung.
- Bahwa Nuril tindak melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE sebab yang berperan aktif memindahkan rekaman panggilan telepon Nuril dengan Haji Muslim adalah saksi Imam Mudawin. Dimana Imam memindahkan rekaman tersebut ke laptop miliknya dengan maksud menjadikan rekaman tersebut sebagai bukti untuk melapor ke DPRD Kota Mataram.
- Bahwa putusan bersalah Nuril berdasarkan tuduhan Keadaan yang Memberatkan dimana Nuril disebut membuat karir Haji Muslim terhenti, dan membuat malu serta melanggar kehormatan keluarga besar Haji Muslim tidaklah tepat. Sebab setelah kasus Nuril dibawa ke ranah hukum, faktanya karir Haji Muslim terus menanjak naik dimana Muslim dipromosikan menjadi Pengawas pada 7 Januari 2015, kemudian dipromosikan lagi menjadi Kepala Seksi Pendidikan Anak Usia Dini di DInas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Mataram pada 2016, kemudian Kepala Bidang Kepemudaan di DIkpora Kota Mataram pada 2017, dan terakhir mengikuti proses seleksi untuk menjadi Kepala Dinas.
Nuril yang ditemui di tempat yang sama menyatakan dirinya kerap resah menjalani proses hukum yang sedang dilaluinya.
“Saya ingin cepat selesai. Supaya bisa tenang. Bisa kumpul sama keluarga dan anak-anak,” ujar Nuril.