Mataram (Inside Lombok) – Perayaan HUT RI tahun ini diwarnai banyak kegiatan, termasuk berbagai cara unik masyarakat untuk merayakan kemerdekaan ke-77. Salah satunya dengan menggunakan pakaian eksentrik saat melakukan pawai, semisal laki-laki berpakaian perempuan dan lain sebagainya.
Menanggapi fenomena tersebut, Ketua Badan Pelaksana Majelis Adat Sasak (MAS), Lalu Bayu Windia, Rabu (17/8) mengatakan beragam cara dan pakaian yang digunakan oleh masyarakat, terutama anak-anak muda, memang menjadi bentuk euphoria pada hari kemerdekan. Meski begitu, konsep tersebut diharapkan tidak digunakan secara terus-menerus.
“Kita lihat sebagai euforia dalam rangka 17 agustus, tampil beda. Tapi jangan terus menerus. Sebagai sebuah momentum bisa berekspresi dengan berbagai gaya,” katanya.
Menurut Bayu, gaya unik yang dilakukan oleh masyarakat masih dianggap wajar jika hanya dipakai sekali saja. Namun jika secara berkelanjutan maka harus mendapatkan atensi, karena dinilai berbahaya.
“Kita lihat kalau dia konsisten terus menerus bahaya, yang unik-unik itu. Kalau uniknya sesat itu. Kalau terus-menerus itu terjadi (tentu) menjadi atensi. Untuk momentum 17 ini ekspresi boleh apa aja, tapi ekspresi sesaat,” katanya.
Seperti dilihat di media sosial, berbagai kegiatan yang digelar oleh masyarakat untuk memeriahkan HUT RI ke-77. Salah satunya kegiatan gerak jalan. Namun kostum atau pakaian yang digunakan oleh para peserta dengan berbagai konsep. Seperti gerak jalan yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur. Peserta gerak jalan laki-laki menggunakan pakaian kebaya layaknya perempuan.
Bayu menilai, penggunaan pakaian adat pada kegiatan-kegiatan seperti itu bisa lebih mengangkat kebanggaa daerah ketimbang pakaian eksentrik yang digunakan saat ini. Selain menumbuhkan rasa bangga, penggunaan pakaian adat juga menunjukkan keberagaman.
“Mulai dari pusat kan, dari NTB yang pertama dipakai sama Pak Presiden Jokowi dan terus bergulir ini. Ini kita apresiasi menunjukkan keberagaman dan ini bisa tumbuh menjadi banyak hal,” ucapnya.
Konsep ini juga bisa menumbuhkan ekonomi kreatif masyarakat yang berbasis budaya. Karena pakaian adat yang diproduksi rutin digunakan pada kegiatan-kegiatan besar. “Banyak dan itu menjadi ekonomi kreatif berbasis budaya dan menumbuhkan kebanggaan barang sendiri,” pungkasnya. (azm)