Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Provinsi NTB menutup sementara jalur lalu lintas keluar masuknya hewan ternak dari dan ke Lombok. Hal tersebut untuk mencegah penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak. Mengingat kasus PMK juga telah ditemukan di NTB.
Kondisi ini menjadi atensi, mengingat NTB dikenal juga sebagai lumbung sapi nasional. Terlebih banyaknya hewan ternak sapi yang dikirim ke luar daerah untuk memenuhi kebutuhan daging sapi bagi daerah defisit.
Penutupan sementara jalur pengiriman ternak dari Pulau Lombok tersebut tertuang dalam surat edaran pencegahan peningkatan kewaspadaan terhadap PMK yang telah dikirimkan kepada seluruh kabupaten/kota di NTB. Antara lain dengan melakukan pembatasan lalu lintas rentan ( sapi, kambing, domba dan babi,) baik yang keluar maupun yang datang dari Jawa Timur untuk masuk ke NTB.
“Karena kondisi sapi-sapi di Pulau Sumbawa masih bagus dan aman dari penyakit ini, agar tidak meluas kami tutup lalu lintas masuk ke Pulau Lombok hingga batas belum ditentukan,” ungkap Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) provinsi NTB, Khairil Akbar, Kamis (12/5).
Aturan ini diterapkan menindaklanjuti surat dari Direktur Jenderal Peternakan dan kesehatan hewan, Kementerian pertanian RI Nomor 06005/PK.310/F/05/2022 tanggal 06 Mei 2022, perihal surat edaran peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit mulut dan kuku (PMK) serta dengan mengamati tingginya arus lalu lintas hewan ternak dan produknya antar provinsi untuk mencukupi kebutuhan daging di NTB.
“Dalam rangka mengantisipasi, mencegah, dan mitigasi risiko secara dini serta minimalkan kerugian ekonomi peternak dan ancaman risiko PMK,” tuturnya.
Untuk itu pihaknya menginstruksikan seluruh dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan di se-NTB agar meningkatkan tindakan dan upaya teknis pelayanan secara nyata dan efektif. Dalam surat edaran itu, Disnakeswan NTB menegaskan melakukan pembatasan lalu lintas rentan, produk hewan dan media pembawa penyakit yang resiko tinggi masuk dan keluar dari ataupun menuju daerah wabah yakni Jawa Timur.
“Meningkatkan pengawasan dan pengendalian lalu lintas hewan dan produk hewan serta fasilitas atau peralatan dan bahan yang terkontaminasi serta melaksanakan penolakan terhadap sapi dari daerah wabah,” imbuhnya.
Upaya respon cepat pengendalian penyakit hewan menular dengan melakukan isolasi hewan sakit, vaksinasi, pengobatan hewan sakit, pemberantasan vektor, penguburan pembakaran bangkai hewan tertular (disposal) serta pembersihan dan desinfeksi SOP Early Response.
Sejauh ini, pihaknya telah melakukan pengambilan sampel pada sapi di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur yang memiliki gejala PMK. Hasilnya, untuk Lombok Tengah dari enam sampel terdapat satu ekor negatif dan lima ekor positif PMK. Sementara untuk Lombok Timur dari empat sampel yang diambil kesemuanya positif PMK.
“Hasil Laboratorium BBVET Denpasar dan Pusvetma Surabaya, dari 6 ekor sapi di Lombok Tengah 1 negatif 5 positif PMK. Di Lotim, 4 ekor positif PMK,” jelasnya.
Kendati demikian, untuk pengiriman sapi-sapi asal Pulau Sumbawa ke luar daerah khususnya Jakarta. Namun jumlah pengiriman harus dibatasi karena jalur pengiriman yang digunakan tidak lagi melalui darat atau Jawa Timur yang kondisinya sedang marak wabah PMK.
“Pulau Sumbawa sebagai salah satu lumbung bibit sapi nasional, pengiriman tidak setop seluruhnya. Untuk kirim ke Jakarta ini minimal 550 ekor,” ujarnya.
Tetapi dalam pengirimannya tidak melintasi lagi jalur darat Jawa Timur yang sedang marak wabah PMK, solusinya pakai tol laut melalui Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Lantaran pengiriman terus dilakukan hingga bulan Juni menjelang Hari Raya Idul Adha, Pemprov NTB gencar memberikan vaksin pada hewan ternak serta penyemprotan desinfektan sebelum dilakukan pengiriman keluar daerah.
“Tetap di cek kesehatan hewannya, berikan vaksin dan semprot desinfektan sebelum diberangkatkan pakai kapal,” tandasnya. (dpi)