Mataram (Inside Lombok) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB mencatat restrukturisasi kredit di NTB sampai dengan November 2021 mencapai Rp3.356.926.624.348. Jumlah tersebut berasal dari 92.267 debitur yang terdampak pandemi Covid-19.
Kepala OJK NTB Rico Renaldy menjelaskan angka tersebut memang masih belum mencapai seluruh jumlah debitur yang diproyeksikan terdampak pandemi dua tahun belakangan. Di mana pihaknya mencatat jumlah debitur yang bisa mendapat restrukturisasi kredit mencapai 136.123 orang dengan nilai Rp5.253.862.516.400.
“Restrukturisasi yang sudah diberikan oleh perbankan, perusahaan pembiayaan dan PNM sampai November Rp3,3 Triliun dari yang terdampak mencapai Rp5,2 triliun,” kata Rico, Jumat (14/1). Restrukturisasi diberikan baik oleh bank umum, BPR, perusahaan pembiayaan, maupun PNM.
Diterangkan, cukup banyak perbankan maupun perusahaan pembiayaan dan PNM yang telah memberikan restrukturisasi kepada nasabah mereka. Terutama pada pelaku UMKM berdampak pandemi Covid-19.
Program tersebut menjadi penting, mengingat banyak pelaku usaha tidak mampu membayarkan kredit lantaran usaha mereka sempat macet. Bahkan ada yang gulung tikar karena tidak mampu bertahan.
“Restrukturisasi kredit yang OJK keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM,” katanya. Berdasarkan data pihaknya, pemberian restrukturisasi dari bank umum realisasinya sudah mencapai Rp 1.507.206.266.798 dengan debitur 32.984.
Kemudian dari BPR maupun BPRS dengan debitur 3.889 mencapai Rp162.477.373.804. Sedangkan dari perusahaan pembiayaan memberikan restrukturisasi mencapai Rp1.682.242.938.746 bagi 60.434 debitur. Sedangkan paling sedikit dari PNM Rp5 miliar dengan 50 debitur.
Untuk total debitur yang seharusnya mendapat restrukturisasi sendiri di bank umum saja tercatat sebanyak 46.590 debitur atau senilai Rp2.889.935.890.922; BPR/BPRS 19.746 debitur dengan nilai Rp515.910.013.745; perusahaan pembiayaan 69.707 debitur dengan nilai Rp1.838.016.611.733; dan PNM 80 debitur atau senilai Rp10 miliar.
“Untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran Covid-19, maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi diperpanjang hingga 2023,” ujar Rico.
Sebelumnya Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menjelaskan bahwa keputusan untuk memperpanjang restrukturisasi diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional. Sekaligus menjaga stabilitas perbankan serta kinerja debitur restrukturisasi Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan. (dpi)