Lombok Timur (Inside Lombok) – Dinas Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur (Lotim) merasa kecewa karena dihapusnya pasal terkait pemberian sanksi dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi NTB Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
“Kami kecewa setelah mendengar sanksi Perda perkawinan anak itu dihapus padahal Perda itu baru-baru disahkan,” terang Kadis BP3AKB Lotim, H Ahmat, Sabtu (10/7).
Dirinya belum mengetahui secara pasti alasan dihapusnya pasal sanksi dalam Perda perkawinan anak tersebut. Padahal tidak ada kekuatan pada Perda tersebut jika sanksi bagi pihak-pihak yang memfasilitasi perkawinan anak ini dihapus.
“Kalau membuat aturan itu harus kuat sedikit. Jangan dibuat untuk membuat orang jadi bingung,” keluhnya.
Lanjut Ahmat, meski pasal sanksi Perda tersebut dihapus, namun keberadaan Peraturan Desa (Perdes) pencegahan perkawinan anak yang sudah dibuat oleh masing-masing desa di Lotim dipastikan tetap diterapkan di tengah masyarakat.
Ia menegaskan, pihaknya akan lebih fokus pada penerapan Peraturan Desa (Perdes) tentang pencegahan perkawinan anak mengingat dalam Perdes tersebut sudah ada sanksi yang diberikan bagi pelanggarnya. Kata dia, pihaknya tidak ingin lagi mengacu pada Perda yang telah dihapus pasal sanksinya.
“Meski sanksi pada Perda sudah dihapus, tapi keberadaan Perdes pernikahan anak ini tidak bisa dikatakan percuma, kita akan fokus di Perdes. Sanksi di Perdes itu sudah ada seperti sanksi sosial,” tutupnya.
Diketahui bahwa dalam draf Perda sebelumnya menyangkut sanksi administratif diatur dalam Pasal 30, berbunyi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian dari jabatan dan/atau denda administratif paling banyak Rp 5.000.000,- (Lima Juta rupiah).
Kemudian, setiap orang tua yang memaksa dan/atau membiarkan anaknya melakukan perkawinan anak di luar ketentuan perundang-undangan dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis dan/atau denda administratif paling banyak Rp. 5.000.000,- (Lima Juta rupiah).
Setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan perkawinan anak diluar ketentuan perundang-undangan dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian dari jabatan dan/atau denda administratif paling banyak Rp. 5.000.000,- (Lima Juta rupiah). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur.
Sedangkan untuk Sanksi Pidana diatur tegaskan termuat di Pasal 31 yang berbunyi setiap orang yang melakukan pengulangan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000, (lima puluh juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Sementara di pasal 32 yang mengatur pemantauan dan evaluasi pun dihilangkan. Pasal ini menjelaskan (1) Pemerintah Daerah melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan perkawinan anak. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara partisipatif oleh Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan melibatkan perangkat daerah dan pemangku kepentingan yang lain.