Lombok Barat (Inside Lombok) – Nasib 125 orang yang sejak 2018 lulus P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) di Lombok Barat masih belum jelas. Lantaran hingga saat ini Pemda belum berani untuk mengeluarkan SK.
Karena belum adanya pemberkasan dari pemerintah pusat (BKN, read). Hal ini pun turut berpengaruh terhadap penganggaran gaji mereka. Yang hingga saat ini belum dianggarkan dalam APBD oleh Pemda.
“Kalau belum ada kepastian dari sana (pusat, read) ndak berani kita menganggarkan,” ucap Kepala BPKAD Lobar, H. Fauzan Husniadi, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (05/11/2020) siang.
Karena hal tersebut berkaitan dengan regulasi yang ada. Terlebih lagi, katanya, gaji untuk semua dana pegawai bersumber dari DAU (Dnaa Alokask Umum). Sehingga apabila Pusat menyerahkan seluruhnya terkait hal tersebut kepada pemerintah daerah, lanjut Fauzan, daerah tidak akan mampu. Terlebih lagi dengan kondisi yang sedang pandemi saat ini.
“Satu daerah pun di Indonesia belum ada yang bisa menggaji PNS-nya sendiri” ungkap Fauzan.
Dirinya mengungkap lebih jauh bahwa standar gaji tenaga P3K setara dengan PNS, termasuk tunjangan. Kecuali satu hal yang membedakan, di mana P3K tidak akan menerima gaji pensiun.
“Yang membedakan (P3K) dengan ASN hanya satu, hanya tidak dapat pensiunan” bebernya.
Karena belum adanya SK dari pusat tersebut, BKDPSDM Lobar pun hingga kini belum berani melakukan pemberkasan (pengangkatan) untuk tenaga P3K yang telah lulus. Karena hal ini harus disesuaikan dengan regulasi yang ada, yakni mengacu pada PP no. 49 tahun 2019, terkait dengan manajemen P3K.
“Padahal dulu itu Perpresnya mereka (tenaga P3K) yang lebih dulu keluar, tapi malah duluan peserta CPNS 2019 ini yang akan pemberkasan,” ungkap Kepala BKDPSDM Lobar, Suparlan.
Diakuinya, dari hasil komunikasinya dengan pemerintah pusat bahwa, Perspes itu saja belim cukup untuk menjadi usulan pengeluaran SK. Tetapi perlu menunggu adanya peraturan yang dikeluarkan oleh Kemenkeu dan Prmendagri, baru kemudian Pemda dapat melakukan pemberkasan ke BKN.
“Persoalan ini tidak hanya terjadi disini (Lobar, read) saja, tapi juga diseluruh daerah di Indonesia” bebernya.
Sebelumnya, lanjut Suparlan, Kementerian Keuangan sudah sempat menganggarkan honor untuk para tenaga P3K tersebut. Tapi hal itu tersendat karena harus terpangkas untuk penanganan covid-19 yang terjadi saat ini.
“Kalau ada yang mempertanyakan nasibnya kan wajar, apalagi ini mereka sudah hampir 2 tahun tapi nasibnya belum jelas” ujarnya.
Hal itu pun dirasa dilematis, karena di satu sisi Lombok Barat saat ini masih defisit ASN untuk semua bidang. Ia pun berharap, supaya dalam perekrutan CPNS ke depannya, pusat dapat memberi formasi yang seimbang. Baik tenaga administrasi maupun tenaga kesehatan dan guru. Karena selama beberapa tahun terakhir ini, tenaga prioritas adalah guru dan tenaga kesehatan.
“Kalau bisa formasinya ya 50:50 persen lah antara tenaga administrasi dengan tenaga guru dan kesehatan, jangan kayak kemarin 70:30” harap Suparlan.