Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB menyebut Operasi Pasar Murah (OPM) masih menjadi langkah yang strategis menekan lonjakan angka inflasi. Pada Desember 2022 inflasi NTB tercatat sebesar 6,32 persen. Namun angka tersebut sedikit menurun dari bulan sebelumnya yang 6,62 persen.
“Memang cara efektif untuk menormalisasikan harga dengan OPM, tidak bisa lewat yang lain. Inflasi itu hukum ekonomi yang berjalan, ketika permintaan meningkatkan, suplai itu terbatas. Pasti harga akan naik,” ungkap Kepala Biro Perekonomian Setda NTB, H. Wirajaya Kusuma, Rabu (12/1).
Dijelaskan, salah satu caranya untuk menekan harga sebuah komoditas naik, maka harus diimbangi dengan cara melaksanakan OPM. Nantinya harga yang tinggi di pasaran akan menurun dengan sendirinya.
“Jadi kita (pemerintah, red) mensuplai barang yang sama tetapi dengan harga lebih murah. Umpa harga cabai Rp80 ribu, kita jual Rp70 ribu, supaya mereka mau menurunkan harga,” tuturnya.
Beberapa waktu lalu Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menyarankan agar pemerintah melakukan metode lain untuk menekan inflasi. Seperti mencoba subsidi harga, subsidi input dan lainnya. Kendati demikian, Wirajaya menilai saran tersebut sama saja dengan OPM, tetapi hal tersebut bukan melalui mekanisme pasar.
“Inflasi ini kan kondisi kenaikan harga secara terus menerus di pasaran, tapi kalau model seperti itu (subsidi harga,red) ada offtaker modelnya. Sama saja kita intervensi seperti itu,” jelasnya.
Sebelumnya, BPS menilai OPM belum bisa dikatakan efektif untuk dapat menekan inflasi. Tetapi jika tidak dilakukan maka inflasi daerah akan semakin tinggi dan tidak bisa ditekan. Maka dari itu pemerintah sebaiknya mencari terobosan yang lain, agar target inflasi ±3 dapat tercapai.
“Coba cari model lain yang kita kerjakan apakah subsidi harga, subsidi input dan sebagainya, sehingga saat panen raya harga gabah tidak jatuh. OPM juga tetap dilakukan, tapi harus ada opsi lain,” ujar Kepala BPS NTB, Wahyudin. (dpi)