Mataram (Inside Lombok) – Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur jaminan sosial bagi pekerja di Indonesia, ada 5 jaminan sosial yang wajib diterima. Yaitu Jaminan Kesehatan (JKN) sesuai Perpres Nomor 82 Tahun 2018, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM sesuai Perpres Nomor 44 Tahun 2015, Jaminan Hari Tua (JHT) sesuai Perpres Nomor 46 tahun 2015, serta Jaminan Pensiun sesuai Perpres Noor 45 tahun 2015.
Seluruh Perpres tersebut mengatakan bahwa perusahaan wajib memenuhi kelima jaminan sosoal tersebut, baik bagi pekerja di bawah kontrak maupun tidak. Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, saat ditemui di sela-sela diskusi publik dengan tajuk “Menuju Jaminan Kesehatan Semesta: Capaian dan Tantangan”, Selasa (30/04/2019) di Lombok Barat.
“Pengusaha wajib mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Timbul.
Jumlah iuran yang harus dibayarkan ke BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan sendiri adalah 4% dari pengusaha dan 1% dari pekerja. Karena itu, Perusahaan wajib memungut 1% biaya pembayaran tersebut. Namun jika biaya pembayaran tersebut tidak dibayarkan ke pihak BPJS, maka perusahaan tersebut akan dikenakan hukum pidana dengan Pasal 55 UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
“Itu (Perpres, Red) mengatakan semua (baik pekerja di bawah kontrak maupun tidak) wajib (dibayarkan BPJS). Kalau memang perusahaan tidak membayar kita bisa melaporkan ke pengawas pemeriksa di BPJS Kesehatan atau Ketenagakerjaan,” tegas Timbul.
Timbul menjelaskan bahwa Pengawas Ketenagakerjaan atau Pengawas BPJS sendiri yang akan mengumpulkan bukti setelah menerima laporan. Sanksi bagi perusahaan yang tidak membayarkan jaminan sosial pekerjanya sendiri telah diatur dalam Perprea Nomor 86 Tahu 2013 dengan ancaman tidak mendapatkan layanan publik serta pencabutan izin operasi.
“Pekerja juga harusnya proaktif. Jangan sampai menganggap dibayarin tapi ternyata tidak dibayar-bayar akhirnya pas ada masalah baru ngk bisa dipakai,” tandas Timbul.