31.5 C
Mataram
Jumat, 19 April 2024
BerandaBerita UtamaDJSN Prihatin Banyak Jurnalis Belum Dilindungi BPJS

DJSN Prihatin Banyak Jurnalis Belum Dilindungi BPJS

Lombok Barat (Inside Lombok) – Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) prihatin masih banyak jurnalis yang belum dilindungi program jaminan kesehatan. Padahal, regulasi tentang kesehatan mewajibkan perusahaan pers memberi perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja. Jaminan ini dianggap penting mengingat jurnalis juga pekerja.

“Sayangnya, ada banyak jurnalis tidak mendapat (program) ini,” sesal Anggota DJSN, Rudy Prayitno, saat membuka diskusi publik “Menuju Jaminan Kesehatan Semesta : Capaian dan Tantangan”, Selasa (30/04/2019) di Senggigi, Lombok Barat.

Menurut Rudy, tidak ada perbedaan soal kewajiban antara perusahaan umum dengan perusahaan pers. Perusahaan media punya tanggungan yang sama untuk perlindungan jurnalis. Alasannya, jurnalis adalah salah satu profesi yang berisiko mengalami gangguan kesehatan atau kecelakaan kecelakaan kerja lainnya yang bisa diakomodir pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terutama BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.

“Setidaknya dua program ini wajib diikuti. Apabila terjadi masalah saat meliput, capek, kecelakaan. Apalagi mohon maaf, sampai terjadi kematian. Dengan program JKN ini sangat membantu mengurangi beban dari segi pembiayaan,” ujar Rudy.

- Advertisement -

Kerja jurnalis sangat dipahami Rudy sebagai profesi yang rentan dengan risiko gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja karena aktivitasnya memburu informasi untuk fungsi kontrol sosial.

“Maka saya pikir perlu ada resonansi kerjasama antara temen-teman di BPJS dan jurnalis,” ujar Rudy.

Perusahaan pers yang tidak mendaftarkan medianya, maka sama saja dengan melanggar sederet aturan. Karena jurnalis dalam menjalankan profesinya dilindungi Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam kaitan JKN, jurnalis juga dilindungi sebagaimana masyarakat lainnya.

Regulasi tertinggi pada Undang Undang Dasar Tahun 1945, pasal 28 huruf h, bahwa setiap warga negara berhak mendapat perlindungan sosial. Bahkan turunannya dilindungi Undang Undang Nomor 40 tahun 2004, kemudian tata laksananya Undang Undang Nomor 24 tahun 2011.

“Artinya ini perlu digelorakan juga kepada masyarakat, yang jadi jembatan emas informasinya adalah jurnalis,” tegas Rudy.

Diskusi publik digagas DJSN kerjasama dengan Friedrich Ebert Stiftung (FES), melibatkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua AJI Mataram, Sirtupillaili mendorong semua perusahaan pers memberikan jaminan sosial kepada para jurnalisnya. Hal itu sangat penting karena risiko bekerja sebagai jurnalis juga cukup tinggi. Dengan adanya jaminan sosial, maka jurnalis mendapatkan kepastian perlindungan dari perusahaan.

“Memberikan jaminan sosial adalah bagian dari upaya mensejahterakan jurnalis,” ujar Sir.

Turut hadir dalam kesempatan tersebut Rina Julvianty selaku Program Coordinator FES mendorong jurnalis mendapat manfaat dari program BPJS. Sebagai bagian dari lembaga kontrol, pers tidak hanya aktif menyoroti persoalan sosial seperti masalah kesehatan. Penting menurutnya untuk menjadi bagian dari penerima layanan kesehatan. Terlebih masyarakat secara umum kerap bingung dengan perubahan aturan. Seperti adanya Peraturan Presiden (Perpres) yang baru tentang jaminan kesehatan.

“Ketika mendapat pelayanan, baru kita tahu ada perubahan aturan. Nah, ini media bisa mengambil peran,” ujar Rina.

- Advertisement -

Berita Populer