Lombok Timur (Inside Lombok) – Gubernur NTB, Zulkieflimansyah baru saja beberapa hari lalu membuka jasa penyeberangan dari Pelabuhan Telong–elong Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru, Lotim menuju ke Labuan Lalar Sumbawa Barat.
Rencananya jasa penyebrangan cepat tersebut akan mulai beroperasi pada 10 Juni 2022 mendatang. Namun belum saja beroperasi, sudah menuai protes keras dari para petani lobster yang ada di sekitar pelabuhan Telong-elong, yang mana wilayah tersebut sudah dinobatkan menjadi wilayah “Kampung Lobster” dan menjadi wilayah zona budidaya nasional.
Ketua Serikat Nelayan Independen, Hasan Gauk yang juga petani lobster menilai Gubernur NTB telah mencederai peraturan perundang-undangan, di mana rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) merupakan perangkat pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
Dikatakan Hasan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15/2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang, RZWP3K dapat berupa rencana induk sektor kelautan dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam implementasinya, RZWP3K harus mengacu pada rencana tata ruang qilayah (RTRW).
Hal itu juga senada dengan amanat Undang-Undang Nomor 27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bahwa RZWP3K diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan RTRW pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
“Pemerintah menyusun rencana zonasi rinci di setiap zona kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu dalam wilayahnya. Sehingga dapat dikatakan RZWP3K merupakan instrumen pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, untuk itu harus mengacu pada indikasi yang tertuang dalam RTRW tingkat kabupaten/kota,” ucapnya pada Inside Lombok, Jumat (03/06).
Terlebih adanya postingan yang diunggah Gubernur NTB di media sosial pribadinya yang mempromosikan penyebrangan melalui Pelabuhan Telong-elong, Hasan menilai adanya jasa penyebrangan itu dapat merugikan para pembudidaya lobster yang ada di Telong-elong.
“Ia (Gubernur-red) seolah abai terhadap aturan zona budidaya yang sudah berdarah-darah dibangun oleh Pemkab Lotim dan masyarakat pembudidaya, sekarang Ia ingin mencederai aturan perundang-undangan,” ungkapnya.
Hasan menuturkan, sebelumnya pada 27 Mei 2021, Menteri Trenggono melakukan pertemuan dengan Gubernur NTB Zulkieflimansyah di Jakarta guna membahas hal teknis dalam rangka mewujudkan Lombok sebagai pusat Budidaya Lobster Nasional. Serta telah disetujui MoU antara KKP dan Pemda Lotim terkait pengembangan perikanan dan Budidaya Lobster.
“Jangan ujug-ujug mengatasnamakan fasilitas penunjang lalu mengabaikan hal yang sudah berpuluh-puluh tahun dibangun, hancur atas kebodohan kebijakan yang dilakukan Gubernur NTB,” tegasnya.
Penyebrangan Telong-elong ini juga dikatakan Hasan belum mendapat restu dari Pemkab Lotim dan masyarakat nelayan pembudidaya. Untuk itu pihaknya berharap Pemkab Lotim memberikan peringatan yang tegas atas pelanggaran tata ruang yang dilakukan Gubernur NTB.
“Jangan karena nafsu sesaat, kebodohan sebagai jalur pengambil keputusan. Masih ada Labuhan Haji yang bisa digunakan,” tuturnya.
Berdasarkan data Pemprov NTB, produktivitas budidaya di Kampung Lobster yang mencakup dua kecamatan yakni Keruak dan Jerowaru mencapai 82.568 kilogram atau setara dengan Rp41,28 miliar pada tahun lalu. Sedang jumlah pembudidaya sekitar 147 kelompok dengan total lubang keramba jaring apung lebih dari 8.400 lubang. (den)