Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, akan menurunkan target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2020 dari Rp27 miliar menjadi Rp18 miliar untuk meringankan beban masyarakat di tengah pandemi COVID-19.
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Mataram HM Syakirin Hukmi di Mataram, Kamis, mengatakan, penyesuaian target PBB itu seiring dengan kebijakan pemerintah kota memberikan dispensasi pengurangan pembayaran PBB kepada wajib pajak akibat pandemi COVID-19.
“Dengan adanya dispensasi pengurangan pembayaran PBB itu, secara otomatis pendapatan kita berkurang sehingga target yang telah ditetapkan juga perlu disesuaikan,” katanya.
Dikatakannya, pemberian dispensasi pembayaran PBB tahun 2020 dibagi dalam beberapa kriteria yakni dispensasi untuk warga miskin, pensiunan dan pengusaha hotel. Untuk dispensasi warga miskin, diberikan berupa pembebasan pembayaran PBB kepada kepala keluarga (KK) yang terdaftar sebagai keluarga miskin dalam basis data terpadu (BDT). Warga yang terdaftar dalam BDT sebanyak 41 ribu KK lebih itu secara otomatis mendapatkan dispensasi dibebaskan membayar PBB yang nominalnya di bawah Rp100 ribu.
“Kalau ada warga yang terdaftar BDT membayar pajak PBB sebesar Rp105 ribu, maka yang dibayarkan hanya Rp5.000 saja,” katanya.
Sementara Kepala Bidang Pelayanan, Penyuluhan dan Penagihan BKD Kota Mataram Ahmad Amrin sebelumnya mengatakan pembebasan pembayaran PBB bagi WP terdaftar BDT hanya untuk satu objek pajak yakni objek pajak untuk rumah tempat tinggal. Artinya apabila WP bersangkutan memiliki lahan atau sawah baik itu didapatkan sendiri maupun dari warisan, tidak dapat dibebaskan karena PBB yang dibebaskan hanya untuk rumah tinggal.
“Jadi ini perlu dipahami masyarakat jangan sampai WP keliru sehingga menganggap pembebasan pembayaran PBB untuk semua objek pajak yang dimiliki,” katanya lagi.
Menurut Amrin, selain memberikan dispensasi pembebasan pembayaran PBB bagi WP yang masuk BDT, pemerintah kota juga memberikan dispensasi pengurangan pembayaran PBB bagi pensiunan dan veteran sebesar 50 persen. Sementara dispensasi pengurangan pembayaran PBB maksimal 75 persen diberikan untuk hotel dengan terlebih dahulu melakukan kajian sejauh mana mereka terdampak.
Untuk mendapatkan pengurangan pembayaran PBB tersebut, pihak hotel juga harus mengajukan permohonan, tidak secara otomatis seperti WP yang masuk BDT karena sudah ada keterangan kolektif dari lingkungan.
“Pengurangan pembayaran PBB untuk hotel kita liat per kasus, dan pemotongan 75 persen itu adalah angka maksimal setelah kita lakukan kajian dan rapatkan,” ujarnya.
Selain memberikan dispensasi pembayaran PBB, pemerintah kota juga memperpanjang masa jatuh tempo menjadi tanggal 11 Desember 2020, yang sedianya 31 Agustus 2020. (Ant)