Lombok Barat (Inside Lombok) – Kelanjutan pengamanan aset milik Pemerintah Daerah Lombok Barat yang titiknya berada di luar kawasan wilayah Lombok Barat. Dalam hal ini termasuk kampus STIE AMM Mataram yang baru saja dipasangi plang kepemilikan karena selama ini dinilai tidak berkontribusi untuk kabupaten Lombok Barat.
Disebutkan oleh kepala BPKAD Lobar, Fauzan Husniadi, saat ini kasus penyelesaian permasalahan sewa lahan dengan STIE AMM tersebut baru keluar appraisalnya.
“Kalau yang baru keluar appraisal kasus yang di pengesahan itu yang AMM, Bank NTB yang di Lembuak dan Bank NTB yang di Tanjung” katanya.
Terkait harga sewa lahan yang ditetapkan oleh tim appraisal untuk STIE AMM, lanjut Husniadi, itu per tahunnya sekitar Rp 600 juta.
“Dokumennya saat ini masih di bawa ke ketua timnya untuk disahkan” imbuhnya.
Untuk pencabutan SK sewa lahan tersebut, kata Husniadi, untuk SK sewa sejak tahun 1984 itu akan dicabut. Karena ada permintaan juga dari pihak AMM sendiri untuk diberi keringanan pembayaran sewa lahan supaya tidak dihitung mulai sejak tahun 1984.
“Memang kemarin salah satu yang menjadi pertimbangan adalah regulasi PBMD (pengelolaan barang milik daerah)” ungkapnya.
Di mana yang pertama keluarnya Permendagri no. 17 tahun 2007 yang di perbaharui dalam Permendagri no. 19 tahun 2016. Namun untuk kasus STIE AMM, diakui Husniadi, kemungkinan biaya sewa asetnya akan mulai dihitung sejak tahun 2007 berdasarkan Permendagri tersebut.
“Starting point nya itu 2007, tapi sekarang ini masih kita ajukan ke pimpinan perhitungannya” imbuh kepala BPKAD Lobar ini.
Namun apabila pihak yang menyewa tidak menyetujui nilai penyewaan yang telah dikeluarkan oleh tim appraisal, maka Pemda akan mengambil langkah tegas untuk mengambil kembali aset miliknya.
“Kalau mereka tidak setuju dengan angka yang sudah ditetapkan appraisal, ya sila0kan angkat kaki dan sudah tidak ada lagi tawar menawar karena angka ini kan ditentukan oleh lembaga yang berwenang” tegasnya.
Tidak jauh berbeda dengan harga sewa lahan yang dipatok untuk STIE AMM. Sewa lahan untuk bank NTB di Lembuak dan di Tanjung juga berkisar di angka Rp 600 juta per tahun.
Disinggung mengenai tindak lanjut atas masukan yang diberikan oleh Dewan terkait untuk melepas aset-aset yang dirasa tidak potensial. Tetapi itu butuh proses, kata Fauzan Husniadi, karena hal tersebut harus sesuai dengan mekanisme yang ada.
“Terkait itu, mungkin Oktober atau November kami akan ajukan rencana dan titik-titik penjualan itu” pungkasnya.
Karena untuk mekanisme penjualan aset yang akan diberlakukan oleh BPKAD Lobar saat ini, akan dijual titik per titik, tidak secara borongan.
“Permasalahan yang dulu itu kan awalnya ada 32 titik yang akan dijual, kemudian mengerucut menjadi 28 titik, trus mengerucut jadi 17 titik sejak 2011” bebernya.
Walaupun akan dijual secara titik per titik, Fauzan Husniadi, percaya bahwa banyak yang berminat untuk membeli karena letak aset Pemda Lobar yang akan dijual tersebut dinilai strategis.
Kalau dari sewa lahan, komulatif yang sudah berhasil diselamatkan oleh Pemda hingga saat ini hampir 70-80 hektar. Tetapi lahan tersbeut tidak semuanya berbentuk lahan sewa yang menjadi fasilitas umum, tapi ada titik-titik yang lahannya berupa persawahan, perkebunan, hingga rumah juga.
“Yang jelas ada potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari sewa lahan yang akan masuk untuk tahun ini” tutup BPKAD Lobar ini.