Mataram (Inside Lombok) – Penyidik Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Mataram, Nusa Tenggara Barat, menerapkan wajib lapor kepada Indrianto, tersangka korupsi dana Rumah Tahan Gempa (RTG) di Desa Sigerongan, Kabupaten Lombok Barat.
“Kita kenakan wajib lapor dua kali dalam sepekan,” kata Kasat Reskrim Polresta Mataram AKP Joko Tamtomo di Mataram, Kamis.
Joko menjelaskan, kebijakan wajib lapor diberikan kepada tersangka Indrianto yang berperan sebagai Bendahara Pokmas Repok Jati Kuning tersebut karena masa penahanannya dalam tahap penyidikan ini telah berakhir dan tidak dapat lagi diperpanjang.
“Karena penyidikan belum selesai, penahanan yang bersangkutan ditangguhkan. Jadi ini bukan bebas demi hukum,” ujarnya.
Kasus Indrianto ditangani kepolisian sejak Oktober 2019 lalu. Namun sebenarnya penanganan kasus Indrianto sudah masuk di tahap akhir penyidikan, yakni penelitian berkas oleh jaksa.
Pernah beberapa kali dilimpahkan, namun demikian, berkasnya dikembalikan karena jaksa peneliti meminta penyidik kepolisian menerapkan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Perubahan itu membuat penyidik harus melakukan serangkaian penyidikan tambahan dengan meminta audit kerugian negara dari auditor BPKP.
“Ya dalam waktu dekat kita akan meminta audit, sesuai petunjuk jaksa,” ucapnya.
Dalam kasus ini, Indrianto ditetapkan sebagai tersangka yang telah mengambil dana RTG kategori rusak sedang tahap tiga senilai Rp410 juta.
Ada 70 kepala keluarga dari Desa Sigerongan yang masuk dalam pengelolaan Pokmas Repok Jati Kuning. 37 kepala keluarga tersebar di Dusun Jati Mekar dan 33 sisanya berada di Dusun Repok Pancor.
Namun dalam perkembangan pengelolaannya, dana bantuan tahap tiga untuk 20 kepala keluarga belum dicairkan oleh pihak pokmas. Nilai anggaran tahap tiga tersebut mencapai Rp500 juta dengan Rp410 juta diantaranya diduga telah digelapkan oleh Indrianto sebagai bendahara pokmas. (Ant)