Lombok Tengah (Inside Lombok)- Sejumlah kepala sekolah di Lombok Tengah (Loteng) diduga menyelewengkan beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP). Hal ini mendapat atensi dari berbagai pihak, salah satunya kalangan dewan.
Ketua Komisi IV DPRD Loteng, H. Ahmad Supli, Senin (8/3/2021) di Kantor DPRD Loteng mengatakan, dari penelusuran dan informasi yang diperoleh pihaknya, ada dua sekolah yang dianggap telah menyelewengkan beasiswa PIP tersebut. Pihaknya akan terus melakukan penelusuran.
“Itu SDN 1 Jango Kecamatan Janapria, kita sudah turun lakukan penelusuran. Dua hari setelah itu teman-teman (LSM) Kasta turun ke desa Selebung juga melakukan penelusuran,”katanya.
Pihaknya mencurigai banyak sekolah yang juga melakukan praktek terlarang tersebut. Karena beasiswa PIP ini memang rentan untuk diselewengkan.
Kepala sekolah SDN 1 Jango dan Selebung, lanjut Supli sudah mengakui kalau beasiswa PIP tersebut tidak diserahkan ke siswa penerima yang notabene kurang mampu.
“Itu diakui sudah dieksekusi oleh kepala sekolah. Alasan kepala sekolah itu untuk beli seragam. Tapi tidak ada itu seragam diberikan. Dan itu juga semestinya harus dengan kesepakatan dari wali murid,”tandasnya.
Pihaknya sudah memanggil pihak-pihak terkait, mulai kepala sekolah SDN 1 Jango, BRI sebagai penyalur beasiswa, komite sekolah, pengawas, UPTD dan juga wali murid untuk bertemu di kantor DPRD Loteng pada Selasa (9/3/2021) ini.
Dugaan penyelewengan beasiswa PIP di SDN 1 Jango bermula dari demonstrasi wali murid pada bulan Februari lalu. Wali murid juga melaporkan hal tersebut ke Komisi IV DPRD Loteng dan langsung melakukan penelusuran.
“Komisi IV bersidang di sana (SDN 1 Jango) diterima oleh wali murid, Kades, Kadus dan di situ kita temukan ada penyimpangan bahkan penggelapan dana PIP,”kata Ketua Komisi IV DPRD Loteng, H. Ahmad Supli, Senin (8/3/2021) di Kantor DPRD Loteng.
Besaran beasiswa tersebut sebesar Rp450 ribu per siswa per tahun. Sementara jumlah siswa yang mendapatkan beasiswa PIP untuk di SDN 1 Jango sekitar 87 orang. Kalau ditotalkan, angkanya mencapai Rp117 juta lebih.
“Tapi setelah didemo sama warga kemarin, kepala sekolah baru mengembalikan Rp30 juta. Jadi masih banyak yang belum dikembalikan,”tandasnya.
Sejak beasiswa PIP tersebut diluncurkan pada tahun 2018 lalu, bantuan untuk siswa kurang mampu itu tidak pernah diterima oleh siswa. Hingga akhirnya menimbulkan gejolak. Masyarakat mempertanyakan ke mana bantuan tersebut ke pihak sekolah.
“Di situ baru ketahuan kalau dana itu memang ada tapi sudah terlebih dahulu diamankan oleh pihak sekolah,”katanya.
Saat bertemu, pihaknya memang meminta masyarakat untuk membawa serta buku rekening yang digunakan untuk mencairkan beasiswa PIP tersebut. Buku rekening itu sebelumnya dipegang oleh pihak sekolah namun berhasil diambil kembali.
“Itu dibawa oleh masyarakat saat itu buku rekeningnya. Dan kepala sekolah sudah mengakui bahwa dia sudah eksekusi itu barang. Sudah ada pertemuan dengan komite sekolah, UPT, dan itu sudah diakui oleh mereka,”katanya.
Dari hasil penelusuran juga disimpulkan kalau penyelewengan beasiswa PIP ini dilakukan secara beramai-ramai, baik itu UPT, pengawas, kepala sekolah dan juga komite sekolah.
Namun, untuk sementara dugaan penyelewengan beasiswa PIP ini tidak akan dibawa ke ranah hukum. Melainkan akan dicoba diselesaikan oleh dewan. Dengan syarat kepala sekolah harus mengembalikan semua beasiswa PIP yang diduga diselewengkan.
Kemudian, akan ada rekomendasi kepada pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan untuk mempertimbangkan jabatan kepala sekolah yang terbukti melakukan penyelewengan.
“Karena kepala sekolah ini sebelum jadi kepala sekolah Jango juga jadi kepala sekolah di tempat lain. Padahal di sekolah lain setelah kita telusuri juga bermasalah,”ujarnya.
Dari informasi yang diperoleh pihaknya, Dinas Pendidikan Loteng saat ini sudah membentuk tim satgas yang melakukan penelusuran dugaan penyelewengan beasiswa PIP tersebut.
“Itu saya apresiasi. Tapi semestinya ini diantisipasi duluan sebelum terjadi. Karena sebenarnya setiap sekolah itu kan sudah ada pengawasnya,”cetusnya.
Dinas Pendidikan, lanjut Supli, juga semestinya lebih cermat di dalam menempatkan kepala sekolah dengan melihat rekam jejak yang bersangkutan. Kalau kemudian ditemukan yang bersangkutan pernah bermasalah semestinya tidak ditempatkan lagi menjadi kepala sekolah.