25.5 C
Mataram
Kamis, 2 Mei 2024
BerandaBerita UtamaRefleksi Jelang Hari Anak Nasional: Belasan Kasus Kekerasan Seksual Terjadi di Mataram

Refleksi Jelang Hari Anak Nasional: Belasan Kasus Kekerasan Seksual Terjadi di Mataram

Mataram (Inside Lombok) – Kasus kekerasan seksual masih banyak terjadi di Kota Mataram. Berdasarkan data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, hingga Juli 2022 ini ada 12 kasus kekerasan seksual yang ditangani.

Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi mengatakan pelaku kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di Kota Mataram rata-rata orang terdekat. Salah satunya seorang guru ngaji yang melakukan kekerasan seksual kepada muridnya.

“Sekitar 12-13 anak di Kota Mataram itu kasus kekerasan seksual. Belum kasus penelantaran. Sebagian orang terdekat (pelakunya). Kemarin guru ngaji, ada pacar ada teman,” katanya kepada Inside Lombok, Kamis (14/7) di Mataram.

Kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penggunaan gadget disebut menjadi salah satu yang mendasari berbagai persoalan pada anak-anak. Dunia anak-anak dinilai sudah berubah total akibat pemanfaatan gadget yang tidak sesuai.

- Advertisement -

“Itu mendasari LPA secara khusus mengkampanyekan gerakan untuk kembali bermain di luar. Karena bagaimanapun kita harus mempersiapkan anak-anak kembali setelah masa pandemi,” katanya.

Menurut Joko, saat ini kasus kekerasan seksual diduga banyak terjadi pada anak-anak tingkat SMP. “Kenalan terus diajak ke mana, terus diperkosa,” ungkapnya.

Banyaknya kasus kekerasan ini disinyalir dari pola pengasuhan dan pengawasan orang tua yang tidak dekat dengan anak mereka. Penggunaan gadget oleh anak-anak terkadang malah mempersulit pengawasan oleh orang tua.

“Meskipun anak-anaknya secara fisik ada di rumah, tapi nyata tidak di rumah. Secara virtualnya ada di mana-mana,” katanya. Untuk menekan pengaruh buruk dari gadget tersebut, orang tua diminta melakukan pengawasan secara maksimal terhadap penggunaan gadget kepada anak-anak. Tidak saja pengawasan secara fisik melainkan juga pengawasan secara virtual.

“Orang tua bisa mengetahui apa yang dibuka oleh anak-anaknya. Tahu dia pergi ke mana. Kalau pengawasan virtual kan bisa dilihat dari history ketika anak-anak menggunakan medsos,” terang Joko.

Untuk menekan kasus kekerasan yang dialami anak, pola pengasuhan pada anak di zaman digital harus dilatih kepada orang tua. “Ini yang masih bermasalah. Belum ada wadah, belum memiliki program ke arah itu,” keluhnya.

Pemerintah daerah diharapkan memiliki program-program pencegahan, agar kasus kekerasan terhadap anak mampu ditekan. Meksi diakui, peningkatan jumlah kasus kekerasan pada anak ini terjadi turun naik tidak signifikan setiap tahunnya.

“Memperkuat pola pengasuhan orang tua, memperkuat karakter anak, supaya anak-anak bermain keluar,” ujarnya.

Sekolah diharapkan mampu menciptakan suasana bermain yang ramah bagi anak. Sehingga selama anak-anak di lingkungan sekolah tidak fokus pada gadgetnya. “Sekolah juga mengembangkan itu juga (bermain diluar red). Jangan sampai di sekolah anak-anak kembali ke gadget lagi gadget lagi. Di rumah sudah pakai gadget, di sekolah pakai gadget,” harapnya. (azm)

- Advertisement -

Berita Populer