Lombok Barat (Inside Lombok) -Warga kembali pasang badan menjaga lahan tempat berdirinya Kantor Desa Gunungsari, Senin (11/10). Aksi tersebut dilakukan untuk menyikapi surat pemberitahuan eksekusi lahan sengketa yang dilayangkan Pengadilan Negeri Mataram.
Berdasarkan surat pemberitahuan tersebut eksekusi akan dilakukan 11 Oktober 2021. Walaupun begitu, setelah menunggu hingga siang, warga tidak mendapati pihak pengadilan yang datang melakukan eksekusi.
Hal tersebut membuat warga Desa Gunungsari gerah. Mengingat upaya eksekusi serupa yang sebelumnya dilakukan setelah pemerintah desa dinyatakan kalah dalam sengketa lahan dengan seorang ahli waris juga berhasil digagalkan.
“Kami kecewa berat atas surat yang diantarkan ke Kantor Desa Gunungsari untuk eksekusi tanggal 11 ini. Malah tanpa pemberitahuan kalau eksekusinya ditunda,” ujar Kadus Lendang Bajur, H. Hamdi saat ditemui di lahan yang bersengketa tersebut, Senin (11/10).
Untuk melindungi lahan yang dinilai sebagai aset desa tersebut banyak warga disebut Hamdi rela absen dari pekerjaan mereka. Terutama untuk mencegah bangunan kantor desa yang akan dirobohkan.
Pasalnya, warga merasa ada banyak kejanggalan dalam tuntutan sengketa lahan tersebut. Termasuk soal ketidakjelasan batas lahan pada pipil yang diajukan oleh ahli waris; lantaran apa yang tertuang di sana dinilai tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
“Warga kami datang seperti ini sebagai bentuk apresiasi untuk mempertahankan aset desa,” ungkapnya.
Diterangkan, surat pemberitahuan yang dilayangkan ke pemerintah desa itu justru tidak ada tembusannya yang masuk ke Polsek Gunungsari. Sehingga pihak kepolisian pun membubarkan warga yang sudah berkumpul di sana, karena menilai aksi yang dilakukan warga tidak berdasar.
“Kalau memang ada pemberitahuan penundaan, mungkin warga kami tidak ada berbondong-bondong ke sini. Sampai mereka rela menunda untuk pergi kerja,” bebernya.
Kata Hamdi, warga begitu kukuh mempertahankan aset itu karena sama-sama mengetahui bagaimana sejarahnya. Di mana pada tahun 1963, tanah yang menjadi tempat kantor desa berdiri telah ditukar guling oleh pemiliknya dengan aset pemerintah desa Gunungsari yang berlokasi di Belencong. Namun, kata dia, aset yang tersebut telah dijual untuk ibadah haji yang bersangkutan pada tahun 1966.
Untuk itu masyarakat mendesak agar pemerintah desa dan pemerintah daerah berkoordinasi untuk mengambil langkah peninjauan kembali (PK), atas sengketa aset desa tersebut.
“Padahal kan tanah ahli waris itu posisinya ada di bagian belakang kantor desa. Bukan tanah yang di atasnya dibangun kantor desa ini,” tandas Hamdi.
Terpisah, Kapolsek Gunungsari, Iptu Agus Eka Artha Sudjana mengaku pihaknya belum menerima tembusan surat pemberitahuan untuk eksekusi lahan Kantor Desa Gunungsari pada tanggal 11 Oktober. Sehingga pihaknya melakukan pembubaran masyarakat yang bertahan di halaman kantor desa.
“Kita imbau untuk tidak berkumpul karena belum ada pemberitahuan,” ujarnya singkat.
Lebih lanjut, ia menyebut bila memang pengadilan sudah menyampaikan surat pemberitahuan itu ke pihak kepolisian. Otomatis, Polres akan langsung meneruskannya ke Polsek setempat.
“Sudah kita sampaikan, silahkan mengambil langkah hukum kalau misalkan ada bukti-bukti yang lain,” tandasnya.