32.5 C
Mataram
Rabu, 16 Oktober 2024
BerandaInsiderRUU Permusikan Membelenggu Musisi Lokal?

RUU Permusikan Membelenggu Musisi Lokal?

Mataram (Inside Lombok) – Rancangan Undang-undang Permusikan (RUUP) yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dinilai mengkhawatirkan bagi para musisi, tidak terkecuali yang ada di Lombok. Sebab beberapa pasal yang ada dalam RUU tersebut dinilai memarginalkan musisi yang tidak berbasis industri besar serta mengekang kreatifitas dalam bermusik.

Vokalis The Datu, Jien Raharja, memberikan pendapatnya pada Kamis (07/02/2019) terkait RUUP tersebut. Menurut Jien, adanya RUU yang mengatur permusikan sebenarnya akan berpengaruh positif terhadap perkembangan musik di Indonesia. Walaupun begitu, Jien berpendapat bahwa memang ada beberapa pasal yang perlu diubah di dalam RUU tersebut.

“Dari sudut musisi sebagai profesi, UU ini sangat perlu. Musisi kan bukan cuma penyanyi, pemain gitar, dan lain-lain. Tapi musisi itu kan luas. Ya song writer, arranger, instruktur vokal, dan lainnya. Hanya sedikit loh profesi yang ada UU-nya di Indonesia ini. Contoh UU Guru dan Dosen, nah ini musisi dibuatkan UU. Bukannya kita harus appreciate?” ujar Jien kepada Inside Lombok, Kamis (07/02/2019).

Ia melihat dalam RUUP tersebut ada pasal yang menguntungkan bagi musisi. Semisal Pasal 6 yang menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah wajib memfasilitasi proses kreasi dan inovasi para musisi. Walaupun begitu, memang ada beberapa pasal yang terkesan malah membatasi ekspresi para musisi, yang mana menurut Jien pasal-pasal tersebut perlu direvisi.

- Advertisement -

“Pasal yg tidak sesuai diubah, pasal yang baik-baik dipertahankan. Ada banyak pasal yang baik-baik, dan UU itu sangat penting untuk musisi,” ujar pria yang juga pernah menulis lagu untuk beberapa artis nasional tersebut.

Senada dengan itu, Dosen Musik Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB, Yuga Anggana, menyampaikan bahwa pengesahan RUU tersebut oleh DPR RI hanya akan menimbulkan banyak hal negatif. Seperti pembatasan ekspresi serta penyampaian gagasan melalui musik karena terjerat Pasal 5 RUUP; pembatasan produksi dimana pemerintah mengharuskan rekaman melalui label tertentu sesuai Pasal 10 ayat 2 RUUP; pembatasan konser skala kecil karena terjerat pasal 18 RUUP; dan pembatasan mengadakan pertunjukan karena pemerintah hanya mengizinkan pemusik yang bersertifikat yang ditetapkan Kementrian sesuai Pasal 32 RUUP.

“Itu semua akan menjadi permasalahan terutama di kalangan pemusik indie (mandiri, Red) yang selama ini membuat, merekam, memproduksi, dan mengkomunikasikan segalanya sendiri. Jika RUU itu di sahkan, habislah pemusik mandiri tersebut.” ujar Yuga kepada Inside Lombok, Kamis (07/02/2019).

Ia menambahkan belum lagi berbicara tentang pemusik tradisi. Indikator kompeten dan tidak kompetennya akan sangat absurd (tidak jelas, red). Apakah pemusik tradisi yg kebanyakan sudah tua dan tidak beregenerasi itu juga harus ikut uji kompetensi? Membaca not balok, diuji ini itu?

“Jika tidak ada tolok ukur pemusik tradisi yang kompeten, apa tindakannya? Sangat absurd, kurang detail,” sambung Dosen yang juga tergabung dalam kelompok musik Yoi Akustik ini.

Yuga juga tidak melihat urgensi dari perancangan undang-undang permusikan tersebut. Menurutnya, beberapa hal yang diatur dalam pasal di RUUP sudah tertuang di UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Bahkan beberapa pasal lainnya dalam RUUP tersebut dinilai tumpang tindih atau malah bertolak belakang dengan UU yang disebutkannya tersebut.

Saat ini DPR RI telah menggelar Sidang Paripurna pada Rabu (31/10/2018) dimana RUUP telah resmi dimasukkan dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2019. Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III Fraksi PKS DPRD NTB, Johan Rosihan, menyampaikan bahwa di DPRD NTB masih banyak yang belum mengetahui perihal RUU tersebut.

“Saya belum baca RUU-nya. Jadi saya belum bisa berkomentar banyak. Tapi, Harusnya kan ada tahapan uji publik. Biasanya Panja atau Pansusnya hanya ke perguruan tinggi. Lebih dilihat hanya dari sisi legal draftingnya saja. Bagusnya kan diundang juga praktisi atau musisi untuk membahas substansinya,” ujar Johan ketika dihubungi Inside Lombok pada Kamis (07/02/2019).

Sebelumnya lebih dari 260 musisi di Indonesia juga telah membentuk Koalisi Nasional Tolak RUUP untuk menyuarakan penolakan mereka. Diantaranya ada JRX Superman Is Dead, Rara Sekar dari Banda Neira, Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca, serta Danilla Riyadi.

Danilla sendiri telah menulis sebuah petisi #TolakRUUPermusikan di situs Change.org guna mewakili Kolasi nasional Tolak RUUP. Sampai Kamis (07/02/2019), petisi tersebut telah ditandatangani 246.106 orang.

Ada 19 draf pasal yang dianggap bermasalah oleh Koalisi Nasinal Tolak RUUP. Pasal-pasal tersebut antara lain:

Pasal 4
(1) Proses Kreasi dilakukan berdasarkan kebebasan berekspresi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.
(2) Proses Kreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan Pelaku Musik.
(3) Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. penulis lagu; b. penyanyi;
c. penata musik; dan d. produser.

Pasal 5
Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang:
a. mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
g. merendahkan harkat dan martabat manusia.

Pasal 7
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mengembangkan Musik Tradisional sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.
(2) Pengembangan Musik Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pelatihan dan pemberian beasiswa;
b. konsultasi, bimbingan, dan pelindungan hak kekayaan intelektual; dan/atau
c. pencatatan dan pendokumentasian Musik Tradisional.

Pasal 10
(1) Distribusi terhadap karya Musik dilakukan secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat.
(2) Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. label rekaman atau penyedia jasa distribusi untuk produk Musik dalam bentuk fisik; atau
b. penyedia konten untuk produk Musik dalam bentuk digital.

Pasal 11
Dalam distribusi dapat dilakukan kegiatan promosi produk Musik melalui media cetak, elektronik, dan digital.

Pasal 12
(1) Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memiliki izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memperhatikan etika ekonomi dan bisnis.

Pasal 13
Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada kemasan produk Musik yang didistribusikan ke masyarakat.

Pasal 15
Masyarakat dapat memanfaatkan produk Musik atau karya musik dalam bentuk fisik, digital, atau pertunjukan.

Pasal 18
(1) Pertunjukan Musik melibatkan promotor musik dan/atau penyelenggara acara Musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukan Musik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Promotor musik atau penyelenggara acara Musik dalam menyelenggarakan pertunjukan Musik paling sedikit harus memenuhi ketentuan:
a. izin acara pertunjukan;
b. waktu dan lokasi pertunjukan;
c. kontrak dengan pengisi acara/pihak yang terlibat; dan
d. pajak pertunjukan.

Pasal 19
(1) Promotor musik atau penyelenggara acara Musik yang menyelenggarakan pertunjukan Musik yang menampilkan pelaku musik dari luar negeri wajib mengikutsertakan pelaku musik Indonesia sebagai pendamping.
(2) Pelaku musik Indonesia sebagai pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

Pasal 20
(1) Penyelenggaraan Musik harus didukung oleh Pelaku Musik yang memiliki kompetensi di bidang Musik.
(2) Dukungan Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mewujudkan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten di bidang Musik.

Pasal 21
Kompetensi di bidang Musik diperoleh melalui jalur pendidikan atau secara autodidak.

Pasal 31
(1) Kompetensi yang diperoleh secara autodidak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan cara belajar secara mandiri.
(2) Pelaku Musik yang memperoleh kompetensi secara autodidak dapat dihargai setara dengan hasil jalur pendidikan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi standar nasional pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah.

Pasal 32
(1) Untuk diakui sebagai profesi, Pelaku Musik yang berasal dari jalur pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji kompetensi.
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan standar kompetensi profesi Pelaku Musik yang didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.
(3) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan usulan dari organisasi profesi.

Pasal 33
Uji kompetensi diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42
Pelaku usaha di bidang perhotelan, restauran, atau tempat hiburan lainnya wajib memainkan Musik Tradisional di tempat usahanya.

Pasal 49
(1) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan permusikan.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. pemberian apresiasi Musik;
b. pendokumentasian karya Musik untuk mendukung sistem pendataan dan pengarsipan permusikan;
c. pelestarian Musik Tradisional melalui proses pembelajaran dan pertunjukan;
d. pemberian resensi Musik dan kritik untuk pengembangan Musik; dan/atau
e. pelaporan terhadap pembajakan karya atau produk Musik.

Pasal 50
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Proses Kreasi yang mengandung
unsur:
a. mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
g. merendahkan harkat dan martabat manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama … tahun atau pidana denda paling banyak …

Pasal 51
(1) Pelaku Musik yang telah menghasilkan karya Musik sebelum UndangUndang ini berlaku diakui sebagai Pelaku Musik tersertifikasi berdasarkan penilaian terhadap karya Musik yang telah dihasilkan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Proses pengakuan sebagai Pelaku Musik tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah selesai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan setelahnya berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

- Advertisement -

Berita Populer