Mataram (Inside Lombok) – Wartawan, Penyair, dan Aktor, Gilang Sakti Ramadhan telah merilis buku puisi bertajuk Amerikano yang diterbitkan oleh Akarpohon Mataram pada 16-17 Februari 2024. Akarpohon Mataram menerbitkan buku puisi Amerikano bersama tujuh judul buku lain. Setelah merilis buku puisi Amerikano, Gilang menginisiasi Tur Kafe Amerikano yang akan digelar di 10 titik di lima kabupaten dan kota di Lombok.
Gilang mengutarakan bahwa manajemen sastra di Lombok tidak cukup baik. Ia menyebutkan bahwa hal itu dapat dilihat dari sastra di Lombok masih diurus oleh penulis yang tergabung dalam suatu komunitas, bukan lembaga pemerintah. Oleh karena itu, Gilang menginisiasi Tur Kafe Amerikano dengan tujuan untuk menciptakan manajemen sastra yang lebih baik di Lombok.
Tur Kafe Amerikano akan dilaksanakan dalam rentang waktu Februari hingga Mei 2024. Tur Kafe Amerikano hadir dengan format percakapan bersama antara penulis buku, pembahas, moderator, dan penampil.
“Tidak seperti manajemen dalam industri musik yang mulai membaik, manajemen dalam industri sastra tidak pernah cukup baik di Lombok. Maka, bersama dengan bantuan sejumlah kawan, termasuk Komunitas Akarpohon Mataram, saya membuat Tur Kafe Amerikano dengan tujuan mendekatkan sastra ke masyarakat yang lebih luas, sehingga sastra makin populer dan tidak lagi menjadi eksklusif, tanpa harus mengurangi kualitasnya,” ungkap Gilang pada Rabu, 28 Februari 2024.
Gilang menerangkan bahwa pemilihan kafe sebagai lokasi Tur Kafe Amerikano bertujuan untuk menjaring orang-orang yang masih asing dengan sastra. Ia menyebutkan bahwa kafe adalah satu lokasi yang di mana segala jenis dan kelas masyarakat berkumpul untuk sekadar meminum kopi dan bercakap-cakap.
“Dengan membuat tur di kafe-kafe, saya mengharapkan agar orang-orang yang tadinya asing dengan sastra, tidak lagi berjarak dengan sastra. Selain itu, tur juga bisa menjadi strategi untuk memberitahukan ke orang-orang bahwa ruang belajar sastra di Pulau Lombok, salah satunya Komunitas Akarpohon Mataram, sebuah komunitas yang terbuka bagi siapapun yang ingin belajar,” jelas Gilang.
Lebih lanjut, Gilang menjelaskan bahwa tur buku juga dapat menjadi alternatif penjualan buku. Dengan membicarakan suatu buku dari satu tempat ke tempat yang lain, kemungkinan peningkatan jumlah penjualan pasti akan bertambah.
“Bahkan jika tidak membeli, saya yakin orang-orang yang datang ke tur buku paling tidak akan menaruh rasa penasaran dalam pikirannya. Sehingga, pada kesempatan yang selanjutnya, mereka akan datang lagi untuk membeli buku dan menyaksikan diskusi. Bagi saya, penulis harus berusaha lebih keras dalam mengurusi bukunya,” terang Gilang.
Tur Kafe Amerikano bekerja sama dengan Komunitas Akarpohon Mataram, Konyu, MVP Coffee Company, Bale Jukung, Kedai BUMDes Santong dan RestoRasi. Selain itu, ada pula Gmelina Barn, Other Place, Liminal, South East, dan Sinergi Kopi. Buku Puisi Amerikano dapat dibeli di setiap lokasi tur.
Tentang Buku Puisi Amerikano
Gilang menjelaskan bahwa buku puisi Amerikano memiliki satu garis pengikat yang menghubungkan dua puluh puisi di dalamnya, yaitu subjek yang bersuara di dalam puisi mengusung nuansa pesimistis yang cukup tebal. Gilang menyebutkan, nuansa pesimistis yang cukup tebal dalam buku puisi Amerikano memiliki relasi yang kuat dengan kota—sebuah setting khas ala manusia modern.
Selanjutnya, nuansa pesimistis yang tebal itu, bukanlah nuansa pesimistis eksistensial, melainkan nuansa pesimistis sosial. Nuansa pesimistis sosial itu dapat dilihat dari relasi subjek—aku dengan subjek yang lainnya. Subjek—aku dengan subjek yang lainnya dalam buku puisi Amerikano seperti harus terpisah, tapi mereka tidak bisa beranjak ke mana-mana. Karena, kota tempat subjek—aku dengan subjek yang lainnya mencengkeram dengan kuat.
Gilang menerangkan, bila membaca terus-menerus dan mengamati perpisahan subjek—aku dengan subjek lainnya dalam buku puisi Amerikano, akan tampak bahwa itu bukanlah perpisahan dalam artian harfiah. Situasi itu, kemudian menguatkan unsur pembatalan dalam buku Amerikano.
“Pembatalan itu kemudian membuat subjek—aku bergerak menuju pemahaman yang lain. Lalu, kemunculan fitur kafe, pemerintahan, dan lain-lain makin memperkuat spektrum pesimistis sosial yang telah disebutkan. Spektrum itu akhirnya melabuhkan pergerakan subjek—aku pada suatu situasi tertentu dan menemukan bahwa segala yang tersisa adalah kesia-siaan,” tandas Gilang. (r)