Lombok Barat (Inside Lombok) – Azmiyatun, perempuan yang menjaga salah satu pintu masuk menuju kawasan Pantai Senggigi sering kali harus berhadapan dengan wisatawan lokal yang justru enggan membayar karcis. Padahal, pada papan yang ditempeli banner tepat di sebelah kursi yang selalu didudukinya jelas tertera tarif masuk menuju kawasan Pantai Senggigi Rp1.000 per orang.
“Saya biasa aja sih sebenarnya jaga pintu masuk ini, walaupun setiap hari ada saja yang protes. Itu pun wisatawan lokal, orang sini-sini aja,” tuturnya, saat ditemui di sela-sela kesibukannya belum lama ini. Padahal, ia telah menjelaskan bahwa karcis masuk yang diberikannya merupakan karcis resmi dari pemerintah desa Senggigi sendiri, yang diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) Senggigi nomor 5 tahun 2019.
“Tapi walaupun kita sudah bilang, jelasin begitu kalau dia ndak mau, ndak sudah dia bayar,” lugasnya.
Ia menceritakan, dirinya biasa berjaga di sana mulai dari pagi hingga terbenam mata hari. Azmiyatun menikmati pekerjaan itu, demi bisa mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya. Karena selain bekerja menjaga pintu masuk menuju pantai Senggigi. Ia juga merupakan seorang ibu rumah tangga.
Bahkan ia dan suami harus meninggalkan anak laki-laki semata wayangnya yang masih berusia kurang lebih 6 tahun di rumah. Demi menjaga ketertiban pengunjung yang masuk menuju pantai Senggigi.
“Gimana ya, untuk kebutuhan sehari-hari juga kan yang mengharuskan kita bekerja begini. Buat nyukupin (ekonomi keluarga),” terangnya. Ia menuturkan, semenjak pandemi wisatawan yang berkunjung terbilang sepi. Bahkan, di hari-hari biasa uang retribusi yang bisa dikumpulkannya paling banyak mencapai Rp50 ribu.
“Kadang hari biasa Rp50 ribu, kadang juga kurang. Tergantung pengunjungnya,” ungkap dia.
Berbeda ketika akhir pekan, dirinya menyebut wisatawan paling ramai berkunjung saat sore hari. Sehingga ia sebagai penjaga pintu bisa mengumpulkan rata-rata sekitar Rp120 ribu saat hari Sabtu. Terlebih saat hari Minggu, ia menuturkan uang retribusi yang bisa dikumpulkannya sejak pagi hingga sore hari, bisa mencapai Rp600 ribu saat sedang ramai.
“Saya sudah lama (menjaga pintu masuk), kalau dulu saya di Killa (Merumatta) tapi sekarang pindahnya ke sini,” tuturnya tersenyum.
Ia bersama sang suami menjaga pintu masuk menuju Pantai Senggigi di lokasi yang berbeda. Mereka telah bekerja sejak sebelum gempa dahsyat yang mengguncang pulau Lombok. Yang bahkan sempat membuat mati suri pariwisata di kawasan Senggigi kala itu.
Dikonfirmasi terpisah, Kades Senggigi, Mastur menjelaskan bahwa uang retribusi itu akan langsung masuk ke rekening desa yang akan dimanfaatkan untuk biaya keamanan dan kebersihan kawasan wisata itu.
“Mungkin masih banyak yang protes, tapi nanti petugas pungutnya yang akan jelaskan bahwa karcis retribusi per orang hanya dikenakan Rp 1.000. Untuk biaya pengamanan dan kebersihan,” tandas Kades Senggigi ini. (yud)