Mataram (Inside Lombok) – Program industrialisasi yang menjadi prioritas Pemprov NTB saat ini belum berhasil mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, laju pertumbuhan PDRB di lapangan usaha masih di angka 0,97 persen berdasarkan perbandingan capaian tahunan. Artinya, angka ini tidak beranjak dari capaian 2021.
Hal itu cukup disayangkan, mengingat industrialisasi menjadi program prioritas pemerintah untuk meningkatkan lapangan usaha di NTB. Untuk itu, program tersebut diproyeksikan harus digerakkan ke sektor lebih tinggi agar memberi sumbangsih yang lebih positif bagi pergerakan ekonomi daerah.
Karena selama ini industri yang bergerak dari UMKM saja, di mana skalanya mikro dan rumah tangga yang bergerak. Program industrialisasi ini jika mau beranjak dari sektor primer ke sektor lebih tinggi, maka sektor industri harus dibangun. Sektor industri yang sekarang ini berjalan, walaupun menjadi prioritas pembangunan oleh Pemprov NTB, belum begitu mulai dibangun secara menyeluruh.
“Kalau kita mau melihat industri besar, ya harus kita bangun pabrik- pabrik yang besar itu baru bisa kita lihat bagaimana pertumbuhan ekonomi, bagaimana sharenya (baginya, Red),” ungkap Kepala BPS NTB, Wahyudin, Senin (8/8).
Saat ini untuk share industri masih di bawah 5 persen, terbilang kecil untuk kategori lapangan industrial. Sehingga sektor yang memberi kontribusi paling tinggi pada ekonomi NTB adalah pertanian, perdagangan dan pertambangan, serta konstruksi.
“Kenapa ini yang menjadi prioritas (industri) ya karena kita ingin maju. Cuma sekarang ini belum dilaksanakan secara menyeluruh baru menyentuh kepada aspek mikronya dari UMKM. Ini yang masih kecil,” tuturnya.
Bahkan dari BPS bersama dengan Dinas Perindustrian NTB sempat membahas kontribusi industri terhadap ekonomi NTB. Di mana Disperin NTB ingin industri memiliki share di atas 10 persen. Namun target ini perlu didukung dengan meningkatkan skala industri di NTB agar bisa menopang seluruh aktivitas ekonomi daerah.
“Terutama di pertanian. Kita yang paling banyak kan sektor pertanian, itu hasil-hasil pertanian semuanya bisa masuk di industri. Misalnya kebutuhan makan minum, yang utama juga pembangunan dari sektor pertambangan adalah industri Smelter. Smelter yang industri kan tidak punya,” terangnya.
Begitu juga dengan pertambangan bijih logam yang smelternya ada di tempat lain. Artinya pengolahan industrinya seharusnya bisa dialihkan ke industri dalam daerah. Untuk itu, dengan dibangunnya Smelter di Sumbawa, barulah akan terlihat ekonomi dari sisi industrinya dan itu cukup besar.
“Bayangkan sektor kedua yang paling tinggi kan pertambangan dan itu didominasi pertambangan bijih logam. Kalau itu kita bangun smelternya disini itu akan menopang kehidupan industri disini,” paparnya.
Lebih lanjut sektor industrinya ikut naik karena yang diolah adalah biji logam dan ini pasti masuknya ke industri sebelum di ekspor. “Masuk dulu ke industri smelter yang kita bangun, kalau kita mau, tapi kalau hanya industri yang bergerak di bidang UMKM saja itu tidak akan mengangkat,” tuturnya.
Sebelumnya, pembangun ekonomi daerah saat ini dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi. Terutama untuk kemasan makanan bagi industri makanan yang ada di NTB. Pemerintah NTB melalui Dinas Perindustrian NTB berinisiatif untuk melakukan teknologi dalam pengemasan olahan makanan.
“Dengan pengemasan terdapat peningkatan ekonomi yang berdampak pada sektor lain dan searah dengan Industri Prioritas Nasional. Selain itu, dengan adanya pengemasan olahan pangan juga membentuk rantai pasok tersendiri,” ujar Kepala Disperin NTB, Nuryanti. (dpi)