Mataram (Inside Lombok) – Hasil kajian Ombudsman RI menunjukkan bahwa Kemenkumham telah melaksanakan seluruh saran kebijakan lalu lintas WNA ke Indonesia semasa penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional. Salah satunya adalah penerbitan Permenkumham No. 34 tahun 2021 tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal Keimigrasian dalam Masa Penanganan Penyebaran Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
“Kami mengapresiasi respon ditjen imigrasi bahwa saran dari Ombudsman dapat dijalankan sebaik-baiknya. Seperti kita tahu selama pandemi isu perlintasan mendapat perhatian luas dari masyarakat,” ungkap Ketua Ombudsman, Muhammad Najih saat memberikan sambutannya di Gedung Ombudsman RI, Kamis (14/09/2022).
Ia melanjutkan, sangat penting menjaga agar perlintasan keluar/masuk negara tidak hanya memenuhi syarat administratif tetapi juga standar kesehatan. Hal ini guna menjamin tidak ada kerugian yg bisa timbul di kemudian hari.
“Ombudsman melihat bagaimana pelaksanaan kebijakan praktis yang dilaksanakan di keimigrasian misalnya Permenkumham No 27 Tahun 2021 tentang pembatasan orang asing masuk ke Indonesia dalam masa PPKM. Kami melihat pelru ada evaluasi kebijakan keimigrasian di masa pandemi dan ini direspon baik oleh Imigrasi,” pungkas Najih.
Beberapa poin saran kebijakan lalu lintas WNA ke Indonesia itu antara lain penerbitan Permenkumham No. 34 tahun 2021; pengetatan permohonan visa, yakni membuat ketentuan tentang pihak penjamin ; peningkatan kompetensi petugas penginput data di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) ; integrasi data perlintasan WNA yang masuk RI, data izin tinggal dan data permohonan paspor ; Kemenkumham terus melakukan sinkronisasi data dan pengembangan Master Data Management (MDM) yg meliputi distribusi, konsolidasi, sinkronisasi dan data cleansing.
Selain itu, Ombudsman berharap agar pelayanan Visa on Arrival dapat semakin maksimal dengan fasilitas serta sarana dan prasarana yang memadai. Sehubungan hal tersebut, Direktur Lalu Lintas Keimigrasian, Amran Aris yang hadir secara langsung menyampaikan bahwa Imigrasi saat ini menyelenggarakan layanan Visa on Arrival dengan skema pembayaran sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 225 Pasal 28.
“Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa collecting agent dilarang mengenakan biaya atas transaksi setoran Penerimaan Negara kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Sektor. Ada beberapa negara seperti contohnya Turki telah menerapkan biaya tambahan untuk pengajuan Visa on Arrival sebelum tiba di negaranya, namun kita menerapkan PMK 225 sehingga terkait layanan pembayaran seperti ini akan dikoordinasikan lebih lanjut,” jelas Amran.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Sistem Teknologi dan Informasi Keimigrasian, Agato P. Simamora menambahkan, biaya tambahan yang dimaksud adalah biaya remitansi (swift) dari bank di luar negeri ke akun bank di Indonesia. “Kami ingin ada aplikasi yang langsung bisa bayar dari luar negeri. Kalau kode billing, hambatannya adalah tidak ada nomor aku atau nomor bank. Maka harus ada rekening penampung, akan tetapi masih terbentur izinnya. Terkait hal ini, Menkumham sudah mengirimkan suratnya dan sedang menunggu tanggapan,” ujarnya.
Dalam kurun waktu Maret-September 2022, tercatat sebanyak 216.353 Visa on Arrival tujuan Wisata telah diterbitkan Imigrasi. Pengguna VoA didominasi oleh warga negara Australia, Singapura, Malaysia, Cina dan India. (r)