Lombok Barat (Inside Lombok) – Bawaslu Lobar temukan sekitar 699 data pemilih yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena sudah meninggal dunia ternyata masih masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Tiga minggu yang lalu kami menemukan (data) 699 orang itu TMS. Meninggal, tapi masuk dalam DPT,” ungkap Ketua Bawaslu Lobar, Rizal Umami saat dimintai keterangan, Senin (29/01/2024).
Pihaknya menilai yang menjadi kendala dalam pembuktian data pemilih yang telah meninggal tersebut karena harus disertai dengan akta kematian. Sedangkan hal itu cukup sulit dilakukan oleh masyarakat. “Tetapi di Panwascam kami, kami mendapatkan data per kecamatan dengan buktian data yang ril. Misalnya foto batu nisan, atau pernyataan kepala desa,” terangnya.
Dikhawatirkan, jika data itu tak kunjung diperbaiki KPU, berpotensi rawan menyebabkan penggelembungan suara nantinya. “Kami khawatirkan, nanti tiba-tiba tanggal 14 Februari itu mereka kembali hidup. Itu yang kami sebut dengan penggelembungan itu, menggunakan nama orang yang sudah meninggal,” beber Rizal.
Meski pihak Bawaslu disebutnya sudah merekomendasikan untuk penghapusan data pemilih TMS tersebut kepada KPU, mereka juga cukup kesulitan lantaran tak ada akta kematian yang dikeluarkan oleh Dukcapil sebagai pegangan bukti. “Kita juga sudah sarankan kepala desa untuk mengeluarkan dulu surat keterangan kematian agar bisa diproses Dukcapil (akta kematiannya),” sarannya.
Pihaknya pun akan terus memantau tindak lanjut penghapusan ratusan data pemilih TMS tersebut hingga hari pemungutan suara. Terutama untuk meminimalisir potensi penggelembungan suara.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Lobar, Bambang Karyono mengaku sudah menyiapkan strategi untuk menindaklanjuti temuan Bawaslu tersebut. “Dari daftar hadir, kemudian C panggilan itu yang berada di TPS saja yang akan diberikan surat suara. Kalau tidak ada orang yang hadir tidak diberikan,” tegasnya.
Pihaknya menilai, dengan cara itu, potensi kerawanan penggelembungan suara bisa diantisipasi. Sebab petugas TPS hanya akan memberikan surat suara kepada pemilih yang membawa form C panggilan saja. Bahkan setelah pemungutan suara, penghitungan pun akan disesuaikan dengan daftar pemilih sesuai C panggilan.
Dengan begitu, kata dia, surat suara pemilih yang sudah meninggal dunia atau yang tidak hadir untuk pencoblosan, akan menjadi surat suara sisa yang tak terpakai. “Dari mana mau jadi penggelembungan,” ketusnya heran.
Meski demikian terkait dengan langkah penghapusan itu, Bambang menyebut hal itu menjadi kebijakan KPU pusat. Mengingat hingga kini data penghapusan itu harus didasari dengan akta kematian yang dikeluarkan oleh Dukcapil.
“Tapi kami tetap berapa di siaga satu pemberian surat suara sesuai dengan C panggilan itu. Kalau ada kebijakan untuk mengubah DPT itu akan kami rubah,” tandas Ketua KPU Lobar ini. (yud)