29.5 C
Mataram
Senin, 6 Mei 2024
BerandaBerita Utama116 Ribu Ton Stok Beras NTB Mengendap, Pemda Diminta Beli

116 Ribu Ton Stok Beras NTB Mengendap, Pemda Diminta Beli

Mataram (Inside Lombok) – Sebanyak 116.000 ton stok beras mengendap di gudang Bulog NTB sejak 2020 lalu. Lantaran tidak tersedianya saluran distribusi sehingga membuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pangan ini harus menanggung beban operasional yang tinggi. Untuk itu pemerintah daerah (pemda) di NTB diminta membeli stok beras yang ada.

Saat ini total stok beras Bulog yang tersedia di gudang-gudang penyimpanannya sebesar 116.000 ton. Akumulasi dari stok serapan tahun 2020, 2021, hingga semester I 2022 ini. Dengan rincian jika dinilaikan harga stok Bulog NTB sebesar 116.000 ton atau setara 116 juta kilogram.

Apabila dikalikan harga perkilo Rp8.300 maka nilainya mencapai mencapai Rp926 miliar lebih atau mendekati angka Rp1 triliun. Dari nilai tersebut Bulog NTB harus membayar bunga pinjaman sebesar 0,87 persen, maka setahun Bulog NTB membayar bunga bank saja sebesar Rp83 miliar atau setara dengan Rp6,9 miliar sebulan atau Rp300 jutaan per hari.

“Karena kami beli beras dan gabah petani menggunakan dana pinjaman dari BRI. Bukan dana sendiri. Konsekuensinya kami harus bayar bunga kredit tidak kecil,” kata Pimpinan Wilayah Perum Bulog NTB, Abdul Muis, Rabu (20/7).

- Advertisement -

Selama ini bila pemda atau stakeholders lainnya mengharapkan Bulog melakukan serapan beras dan gabah petani, mestinya Bulog juga dibukakan jalan untuk penyalurannya. Sehingga stok yang ada bisa berkurang.

“Kasi kami pasar, ASN beli beras di Bulog. Supaya gudang kami longgar, dan kami bisa menyerap beras dan gabah petani lagi. Mengingat stok begitu besar,” ungkapnya.

Pemerintah harus memberi penugasan untuk penyalurannya, minimal Bulog dapat ditugaskan untuk program bansos rastra. Bulog sudah menyampaikan persoalan ini kepada kepala daerah di NTB, demikian juga kepada bupati dan walikota agar dibukakan jalan untuk mendistribusikan beras yang sudah diserap dari petani.

“Tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut. Makanya bingung juga, kenapa saat harga gabah rendah, Bulog disalahkan. Saat harga beras tinggi karena Bulog membeli gabah dengan harga tinggi, Bulog juga disalahkan. Lantas mau bagaimana?” ujarnya heran.

Meskipun ketika pemerintah memberlakukan kebijakan bantuan-bantuan sosial menggunakan beras Bulog, termasuk distribusi Raskin. Bahkan tidak menjadi soal serapan tinggi selama bisa disalurkan kembali. Namun ini tidak ada tempat penyaluran hingga akhirnya stok menumpuk di gudang.

“Sekarang Raskin tidak ada. Bantuan-bantuan sosial dengan beras juga tidak ada. Akhirnya stok menumpuk di gudang, penjualan beras komersil juga tidak mudah,” katanya.

Minimnya serapan beras Bulog dipengaruhi oleh tersedianya stok beras di daerah-daerah yang selama ini menjadi langganan pengiriman. Di mana daerah yang selama ini dikirimi beras juga memiliki stok pangan yang mencukupi. sehingga mau dikemanakan beras-beras yang sudah diserap ini.

Di sisi lain Bulog didesak untuk membeli beras/gabah petani saat panen raya. Sedangkan serapan beras dan gabah petani masih dipertanyakan akan ditampung di mana, karena gudang-gudang Bulog dan gudang sewanya penuh dengan stok lama.

“Tidak maksimal menyerap, Bulog lagi disalahkan. Mau masif menyerap, mau ditaruh dimana berasnya. Gudang kami masih penuh, penjualan sedikit. Sementara kami harus menanggung bunga pinjaman bank dan pengembalian kredit tidak kecil,” jelasnya. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer