29.5 C
Mataram
Senin, 6 Mei 2024
BerandaBerita Utama136 Peternak Bakal Dapat Kompensasi Kematian Ternak Akibat PMK

136 Peternak Bakal Dapat Kompensasi Kematian Ternak Akibat PMK

Lombok Timur (Inside Lombok) – Penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) menyebabkan ratusan ekor sapi terdampak bahkan mengalami kematian. Untuk itu pemerintah memberikan kompensasi terhadap peternak yang ternaknya mengalami kematian dan potong paksa akibat terjangkit virus tersebut.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Lombok Timur, Hultatang menjelaskan di Lombok Timur ada sekitar 136 sapi dari 136 peternak akan mendapatkan kompensasi dari pemerintah. Setiap sapi yang mati atau potong paksa akibat PMK akan diberikan ganti rugi uang tunai sebesar Rp10 juta per ekornya.

“Satu ternak yang mati atau potong paksa diberikan kompensasi sebesar Rp10 juta,” ucapnya saat ditemui Inside Lombok di sela-sela kegiatannya, Selasa (15/11).

Kabupaten Lombok Timur mendapatkan angka kompensasi paling banyak di NTB, mengingat angka kematian dan potong paksa akibat PMK juga paling banyak terjadi. Awalnya jumlah kompensasi yang diusulkan ke pemerintah pusat oleh Disnakeswan Lombok Timur yakni sebanyak 140 lebih ternak. Namun terdapat aturan administrasi yang membuat hanya 136 ternak yang masuk verifikasi di tingkat pusat.

- Advertisement -

Dikatakan Hultatang, administrasi kepengurusan kompensasi dari pemerintah pusat berawal dari bawah yakni lapangan, di mana peternak melaporkan ternaknya dalam kondisi sakit kepada dokter hewan. Jika memang sakit kemudian mati atau potong paksa oleh PMK maka dokter menindaklanjutinya.

“Jika mati atau potong paksa karena PMK, maka dokter akan melaporkan melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNas),” paparnya.

Nantinya melalui sistem tersebut akan langsung dilaporkan ke pusat, namun yang akan mendapatkan kompensasi untuk sementara waktu yakni ternak yang sudah dilaporkan mati atau potong paksa dari Mei sampai dengan 3 Agustus 2022.

“Kita masih menunggu regulasinya ini, apakah boleh melaporkan ternak yang mati di atas tanggal 3 Agustus itu,” jelasnya.

Peternak yang mendapatkan pergantian sapi yang mati dan potong paksa dari pusat yakni yang telah diusulkan oleh dokter hewan. Kendati demikian banyak para peternak yang tidak melaporkan sapinya kepada dokter melainkan ke paramedis atau mantri.

“Jadi sapi yang ditangani oleh mantri tidak dapat kompensasi, soalnya para dokter hewan yang ada di bawah yang punya aplikasi untuk melaporkan ke pusat,” tegasnya.

Hultatang berharap agar para peternak dapat melaporkannya ke dokter hewan apabila sapi mengalami gejala sakit agar diperiksa, sehingga nantinya dokter dapat mengetahui apakah sapi yang mati akibat PMK atau tidak.

“Tapi kebanyakan peternak ini lebih mempercayakan mantri ketimbang dokter, padahal dokter yang ahli dalam masalah ternak,” ungkapnya. (den)

- Advertisement -

Berita Populer