27.5 C
Mataram
Jumat, 3 Mei 2024
BerandaBerita UtamaDiduga Jadi Korban Maladministrasi, Ribuan Nelayan NTB Kesulitan Cari BBM Subsidi

Diduga Jadi Korban Maladministrasi, Ribuan Nelayan NTB Kesulitan Cari BBM Subsidi

Mataram (Inside Lombok) – Ribuan nelayan di wilayah Kabupaten Lombok Timur (Lotim) dan Kabupaten Lombok Utara (KLU) mengaku kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kondisi itu muncul diduga lantaran penerbitan dan pengaplikasian Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (KUSUKA) yang masih semrawut oleh pihak terkait.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Adhar Hakim menerangkan berlarut-larutnya pendistribusian KUSUKA di Lotim dan KLU memunculkan dugaan adanya tindakan maladministrasi dalam proses tata kelola kegiatan tersebut. Berdasarkan informasi yang diterima pihaknya dari Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Lotim, Dedi Sopyan terungkap sekitar 900 orang nelayan di Kecamatan Jerowaru selama ini sudah terdata sebagai penerima Kartu KUSUKA. Namun pencetakan Kartu KUSUKA yang dilakukan oleh Bank BNI selama 2 tahun terakhir tidak pernah terealisasi dengan berbagai alasan.

“Akibatnya banyak nelayan yang sangat kesulitan mengakses manfaat utama dari Kartu KUSUKA dan memperoleh akses untuk membeli BBM bersubsidi di SPBUN,” ujar Adhar. Hal ini karena salah satu syarat agar nelayan dapat membeli BBM bersubsidi di SPBUN adalah adanya surat rekomendasi untuk dapat membeli BBM bersubsidi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lotim. Sedangkan syarat untuk mendapatkan surat rekomendasi adalah nelayan harus memiliki Kartu KUSUKA.

DKP sendiri telah memberikan kelonggaran kepada nelayan akibat belum tercetaknya Kartu KUSUKA, yaitu dengan meminta nelayan mencetak Surat Keterangan (Suket) sementara yang menyatakan memang terdaftar sebagai penerima Kartu KUSUKA. Nantinya Suket sementara tersebut dijadikan lampiran dalam memperoleh Surat Rekomendasi untuk pembelian BBM bersubsidi di SPBUN.

- Advertisement -

Masalah lainnya, jumlah SPBUN yang ada di Lotim terbatas, sehingga akses pelayanan dalam memperoleh BBM bersubsidi sangat terbatas. Sebagai contoh, untuk nelayan yang yang berada di wilayah selatan seperti di Kecamatan Jerowaru, harus membeli BBM bersubsidi di SPBUN Labuhan Lombok yang jaraknya cukup jauh.

Selain jauh, jumlah kuota BBM bersubsidi untuk nelayan juga sangat terbatas, sehingga tidak heran ketika nelayan ingin membeli BBM bersubsidi harus mengantre dalam hitungan jam bahkan hari. Untuk menyiasati jarak dan lamanya mendapatkan BBM bersubsidi tersebut, para nelayan akhirnya membeli BBM dari pengecer dengan harga cukup tinggi yaitu Rp10 ribu per liter untuk jenis pertalite, sedangkan BBM bersubsidi dengan jenis pertalite harganya hanya Rp7.200 per liter.

“Ketersediaan BBM bersubsidi bagi nelayan pada dasarnya telah dijamin oleh Pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Namun hal tersebut tidak berjalan mulus di lapangan,” jelas Adhar.

Permasalahan yang sama juga terjadi di Kabupaten Lombok Utara. Berdasarkan laporan sekretaris KNTI KLU, Habibi disampaikan ada sekitar 1.100 orang nelayan yang terdata sebagai penerima KUSAKA. Namun hingga saat ini kartu tersebut belum dapat tercetak.

“Bahkan di KLU sendiri, para nelayan terbatas aksesnya untuk mendapatkan BBM bersubsidi karena di KLU tidak terdapat SPBUN seperti halnya yang ada di Lombok Timur, sehingga dia sangat berharap bantuan Ombudsman agar pelayanan publik khususnya sektor energi ini dapat terselesaikan,” lanjut Adhar.

Di sisi lain, berdasarkan investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB diduga kuat ada potensi maladministrasi dalam pendistribusian BBM bersubsidi bagi nelayan. Sebagai contoh, terdapat oknum-oknum yang bukan nelayan, yang memanfaatkan kedekatannya dengan beberapa nelayan guna mendapatkan pinjaman Kartu KUSUKA.

“Setelah oknum tersebut memperoleh beberapa Kartu KUSUKA milik nelayan, maka oknum tersebut meminta rekomendasi ke DKP agar dapat membeli BBM bersubsidi, yang kemudian BBM bersubsidi tersebut akan dijual kembali secara eceran,” ungkap Adhar.

Menindaklanjuti laporan yang diterima terkait Kartu KUSAKA tersebut, Ombudsman menyatakan akan mempelajari laporan yang disampaikan, terkait dugaan maladministrasi penundaan berlarut dalam proses penerbitan Kartu KUSUKA dan dugaan maladministrasi penyimpangan prosedur dalam tata kelola distribusi BBM bersubsidi untuk nelayan miskin. Adhar meminta FITRA dan KNTI melengkapi kembali beberapa dokumen sesuai syarat penerimaan laporan pada Ombudsman. (r)

- Advertisement -

Berita Populer