27.5 C
Mataram
Senin, 29 April 2024
BerandaBerita UtamaPenyesuaian Tarif Angkutan Penyeberangan Belum Sesuai Harapan, GAPASDAP: Keselamatan Terancam, Tarif Jangan...

Penyesuaian Tarif Angkutan Penyeberangan Belum Sesuai Harapan, GAPASDAP: Keselamatan Terancam, Tarif Jangan Dipolitisasi

Mataram (Inside Lombok) – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (GAPASDAP), Khoiri Soetomo mengatakan penetapan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan sebesar 11 persen, sebagaimana Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 184 Tahun 2022 tidak sesuai dengan usulan oleh GAPASDAP.

“Sebenarnya, usulan GAPASDAP menaikkan tarif akibat adanya kenaikan BBM adalah hanya sebesar 7-10 persen, akan tetapi yang besar adalah adanya kekurangan pada saat penetapan tarif sebelumnya yang dihitung mulai tahun 2018, dimana kekurangan tersebut mencapai 35,4 persen. Yang sebenarnya sesuai ketentuan harus dilakukan evaluasi atau penyesuaian setiap 6 bulan, tetapi hal ini tidak dilakukan, sehingga tidak cukup untuk menjamin keselamatan pelayaran dan juga standar pelayanan minimum. Apalagi ditambah dengan pengaruh kenaikan BBM sebesar 32 persen yang berdampak kekurangan sebesar 7-10 persen. Harusnya, kenaikan tarif sebesar 43 persen,” kata Khoiri.

Menurut Khoiri, pihaknya heran, di satu sisi Menteri Perhubungan adalah penanggung jawab keselamatan transportasi, akan tetapi kenapa menetapkan tarif yang bertolak belakang dengan keselamatan? Kebijakan ini disebutnya seakan-akan pelaku usaha pada penilaian publik tentang rendahnya jaminan keselamatan transportasi penyeberangan ataupun standar pelayanan minimum yang kurang.

“Kami sebagai asosiasi pengusaha angkutan penyeberangan tidak bisa menerima tuntutan untuk keselamatan dari pemerintah. Sehingga keselamatan bukan menjadi tanggung jawab operator/pengusaha lagi, tetapi merupakan tanggung jawab dari Kementerian Perhubungan, karena kondisi pentarifan yang sangat minim,” ungkap Khoiri.

- Advertisement -

Dilanjutkan Khoiri, tarif angkutan penyeberangan yang melakukan perhitungan adalah pemerintah, sehingga ketika terjadi kekurangan dalam penetapannya seolah-olah ada unsur kesengajaan atau tidak paham terhadap transportasi di mana keselamatan merupakan prioritas utama yang harus dijamin. Bila terjadi kecelakaan, maka menteri yang dinilai harus bertanggung jawab. “Keselamatan janganlah dipolitisasi, karena keselamatan nilainya mutlak,” lanjutnya.

Selain berpengaruh pada faktor keselamatan, kurangnya tarif juga dikhawatirkan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan yang selama ini sudah terganggu dalam pembayaran gajinya. Dengan gaji yang tidak cukup akan menyebabkan konsentrasi kerja karyawan berkurang dan akhirnya akan berpengaruh pada keselamatan pelayaran.

Selama ini sudah banyak perusahaan yang tidak mampu membayar gaji tepat waktu dan bahkan beberapa perusahaan besar sudah gulung tikar. GAPASDAP punya tanggung jawab untuk menjaga iklim usaha tetap kondusif dan keselamatan nyawa publik, serta barang publik tetap terjaga.

“Di sini dapat dikatakan bahwa menteri menganggap keselamatan tidak penting, padahal keselamatan nyawa publik tidak ternilai harganya dan menjadi kewajiban pemerintah sesuai UUD untuk menjamin keselamatan jiwa dari setiap rakyatnya,” tegas Khoiri.

Khoiri kembali menjelaskan, pemberlakuan KM 184 tahun 2022 di atas membatalkan KM 172 tahun 2022 mengenai penyesuaian tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi yang ditetapkan pada tanggal 15 September 2022 yang seharusnya berlaku 3 hari setelahnya. Namun SK tersebut “layu sebelum berkembang”, artinya tidak pernah berlaku tanpa adanya kejelasan dan juga tidak ada pencabutan walaupun telah melewati batas waktu pemberlakuannya pada 19 September 2022.

“Sebagai perbandingan, untuk kenaikan tarif yang terjadi pada moda transportasi yang merupakan pasar dari angkutan penyeberangan, yaitu Organda sudah mengalami kenaikan antara 35-45 persen dan Aptrindo 40 persen, sebelum terjadinya kenaikan tarif angkutan penyeberangan. Kenapa hal ini tidak ada kontrol dari pemerintah? Ini berarti telah terjadi diskriminasi di mana moda transportasi laut tidak diperhatikan oleh Kemenhub, padahal jargon Presiden Jokowi adalah maritim,” jelas Khoiri. (r)

- Advertisement -

Berita Populer