Mataram (Inside Lombok) – Video viral di media sosial memperlihatkan sejumlah ibu-ibu di lingkungan Taman Kapitan Ampenan memikul keranda jenazah ke kuburan pada Kamis (12/8) pekan lalu. Karena biasanya yang memikul keranda jenazah adalah kaum laki-laki. Hal ini dilakukan disebut merupakan adat istiadat agar pandemi Covid-19 segera berlalu dan jumlah warga yang meninggal di lingkungan tersebut bisa berkurang.
Perwakilan Tokoh Agama dan Tokoh Adat setempat Ust H.Kamaludin, QH. S.Ag Minggu (16/8) mengatakan, dalam sebulan terakhir, jumlah warga yang meninggal di Lingkungan Taman Kapitan mencapai 11 orang. Jumlah ini dinilai tidak biasanya. Sehingga diputuskan agar keranda jenazah yang meninggal pada Kamis (12/8) pekan kemarin dipikul oleh para perempuan mulai dari rumah duka hingga ke kuburan.
“Ada 11 orang yang meninggal di Taman Kapitan itu hampir setiap hari. Disuruhlah ibu-ibu untuk mengambil alih mengotong jenazah ke kuburan. Kalau ada musibah seperti ini, ibu-ibu lah kita minta tolong. Barangkali nanti Allah swt mengangkat balaq (wabah) ini,” ujarnya.
Ia menjelaskan, perempuan yang mengambil alih tugas laki-laki untuk memikul keranda jenazah bukan sebuah mitos belaka. Melainkan adat istiadat yang disebut sudah memiliki dalil agama dan menjadi tolak bala. Pasalnya, keranda jenazah yang dipikul oleh para perempuan, bukan saja terjadi di Provinsi NTB khususnya Ampenan. Melainkan sejumlah daerah termasuk di Pulau Jawa.
“Itu bukan mitos ya. Kita di sasak ini antara adat dan agama itu tidak bisa dipisahkan ya. Jadi dulu ada tradisi yang ditinggalkan oleh orang tua kita dulu. Generasi kita aja ini tumben melihat, kalau dulu-dulu sering itu. Tapi karena orang-orang tidak tahu hukumnya makanya ribut,” tutur H. Kamaludin.
Ia mengakui, keranda jenazah yang dipikul oleh para perempuan ini baru kembali dilakukan dalam kurun yang cukup lama. “Ini pertama kali. Pernah dulu, tapi kayaknya kita belum lahir. Pada saat wabah kolera dulu itu,” ungkapnya.
Terkait tradisi tersebut, pihak keluarga jenazah merasa tidak keberatan. Karena dinilai sudah mengetahui tradisi yang diwariskan leluhur. “Mereka sudah paham dan justru mereka merasa bangga. Ini juga bagian dari melestarikan tradisi agar generasi sekarang tahu,” pungkasnya.