27.5 C
Mataram
Minggu, 5 Mei 2024
BerandaDaerahNTBPersiapan Pemilu 2024, Sentra Gakkumdu Samakan Perspektif Penanganan Pelanggaran Pidana

Persiapan Pemilu 2024, Sentra Gakkumdu Samakan Perspektif Penanganan Pelanggaran Pidana

Mataram (Inside Lombok) – Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tinggal beberapa bulan lagi. Saat ini tengah memasuki masa kampanye bagi para calon legislatif (caleg). Pada persiapan pemilu 2024, Sentra Gakkumdu yang terdiri dari unsur yakni Bawaslu, Kejaksaan Tinggi, dan Kepolisian menyamakan perspektif dalam penanganan pelanggaran pidana selama pemilu. Baik yang sedang berproses maupun yang akan datang.

Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu NTB, Umar Achamd Seth menerangkan penyamaan perspektif ini dilakukan sentar Gakkumdu supaya perbedaan penafsiran antara kepolisian, jaksa, termasuk bawaslu itu bisa di perkecil. Dimana dengan cara Bawaslu menjelaskan bawah memang proses penanganan itu dimulai dari Bawaslu akan menerima laporan. Selanjutnya temuan dilakukan Bawaslu, kemudian dibuatkan kajian. Apakah memang mengandung dugaan pelanggaran pidana pemilu atau tidak.

“Ketika dia mengandung dugaan pelanggaran pemilu maka dia langsung registrasi perkara itu, lalu dilakukan pembahasan bersama oleh tiga unsur tadi (Bawaslu, Jaksa, Kepolisian),” ujar Umar Achamd Seth, Selasa (19/12).

Lebih lanjut, persepsi yang sama berbeda dengan penanganan sebelumnya. Sehingga jika ditemukan di lapangan ada masalah hukum yang semestinya berlanjut, tetapi diberhentikan karena perbedaan penafsiran di tingkat tiga unsur ini. Maka dari itu rapat kerja dilakukan pada Selasa (19/12), seluruh pelanggaran pidana yang ada di dalam undang-undang pemilu no 7 tahun 2017.

- Advertisement -

“Dalam undang-undang itu adalah delik formil tidak membutuhkan akibat hukum dulu, baru bisa diteruskan. Karena dia melanggar larangan yang ada di peraturan perundang-undangan, maka tindakan yang dilakukan oleh kepala desa, kepala dinas itu sudah bisa dianggap sebagai tindak pidana,” terangnya.

Dijelaskan, pertama di pasal 280 ayat 1 UU nomor 7 tahun 2017, salah satu yang nampak sekarang ini yang menjadi tren adalah keterlibatan kepala desa melakukan kampanye atau mengkampanyekan istrinya, saudaranya dalam kapasitas dirinya sebagai kepala desa.

“Itu yang sekarang sedang berlangsung, ada di Lombok Barat, Lombok Tengah, Dompu, Bima, sekarang sedang marak jadi kami sedang melakukan penanganan itu hari ini,” katanya.

Menurut ketentuan pasal 490 bahwa peristiwa atau tindakan yang dilakukan oleh kepala desa mengkampanyekan saudaranya, istrinya atau anak atau sebagainya adalah dapat dikualifikasi sebagai tindakan yang menguntungkan orang itu dan merugikan calon yang lain. Oleh karenanya ada ancaman pidana terhadap kepala desa atau kepala dinas tersebut. Pasalnya belakangan ini banyak terjadi kasus kepala desa atau kepala dinas melanggar netralitas.

“Sebagai koordinator harus melihat fenomena itu supaya diawal persepsinya sudah sama. Jadi penangannya bisa dilakukan, disamping memang nanti kami juga tetap akan mengkoordinasi ini atau satu tingkat ke atas,” tuturnya.

“Misalnya Bawaslu kabupaten/kota, itu koordinasi kepada kami di Bawaslu provinsi. Jaksa polisi di kabupaten kota itu dia akan koordinasi ke jaksa dan polisi yang ada di tingkat provinsi yang ada di Sentra Gakkumdu,” sambungnya. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer