31.5 C
Mataram
Minggu, 5 Mei 2024
BerandaEkonomiIde Cemerlang Ibu-Ibu Dusun Reak I Lombok Tengah Ubah Sampah Jadi Berkah

Ide Cemerlang Ibu-Ibu Dusun Reak I Lombok Tengah Ubah Sampah Jadi Berkah

Lombok Tengah (Inside Lombok) – Kelompok ibu-ibu di Dusun Reak I Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah punya cara mereka sendiri mengatasi masalah sampah yang di beberapa tempat lainnya masih sulit dilakukan. Para ibu-ibu itu dengan aktif mendorong masyarakat setempat agar peduli terhadap lingkungan sekitar, terutama untuk persoalan sampah.

Berbagai upaya dilakukan oleh para ibu-ibu di Dusun Reak I mengelola sampah. Salah satunya dengan memberdayakan masyarakat, agar mereka dapat mengolah sampah menjadi sesuatu bernilai. Program ini sudah dimulai sejak 2019 hingga kini yang masih terus berjalan. Bahkan semakin berkembang dan masyarakat sudah mulai sadar untuk tidak membuang sampah sembarangan.

“Kita ada kelompok pemberdayaan ibu-ibu dan masyarakat sekitar untuk mengolah sampah yang mana khususnya sampah organik mulai dari rumah tangga. Sampah organik ini disetorkan menjadi tabungan sampah,” ujar ketua Kelompok Bank Sampah AL-Haqiqi Dusun Reak 1 Tanak Awu, Lombok Tengah, Masiani saat ditemui di rumah biru tempat pengolahan sampah.

Apa yang dilakukan kelompok warga itu disebutnya sejalan dengan program Pemerintah Provinsi NTB periode 2018-2023 yang menggalakkan program NTB Zero Waste. Maksud dari zero waste ini sendiri adalah model pengelolaan sampah yang memperlakukan sampah sebagai sumber daya dengan menerapkan konsep pengelolaan sampah berbasis pengurangan jumlah sampah, daur ulang sampah, penggunaan kembali sampah dan konsep ekonomi sirkuler.

- Advertisement -

Menurutnya, tidak jarang sampah menjadi hal tidak berharga bagi sebagian masyarakat, karena merupakan bahan sisa tidak terpakai. Sampah juga menjadi persoalan yang belum bisa tuntas diatasi, lantaran kurangnya kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya. Hal ini pun menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, selain memungkinkan pencemaran jangka panjang, ada juga ancaman konkret seperti meningkatkan potensi banjir jika sampah dibuang ke sungai atau aliran air.

Pengecekan oleh tim PT Pertamina Patra Niaga DPPU BIL. (Inside Lombok/Devi)

Masalah Modal dan Bantuan PT Pertamina Patra Niaga DPPU BIL

Diakui dalam perjalan mengolah sampah organik menjadi pupuk itu tidaklah mudah. Bukan hanya persoalan kesadaran masyarakat saja, tetapi soal permodalan untuk bisa mengembangkan kelompok yang memberdayakan masyarakat ini bisa tetap berjalan dan tidak berhenti ditengah jalan. Meskipun harus tertatih-tatih, namun ternyata berbuah manis.

“Dengan berjalannya waktu kami melakukan pendekatan dengan Pertamina DPPU Bil, kita buat proposal. Alhamdulillah terealisasi dengan di fasilitasi sarana dan prasarana hingga kita tetap berjalan hingga saat ini dan alhamdulillah kita melakukan pengembangan dari sampah organik,” terangnya.

Awalnya, sebelum diberikan bantuan dari PT Pertamina Patra Niaga DPPU BIL, kelompok ibu-ibu ini melakukan sistem takakura untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik. Sistem takakura ini adalah metode pengolahan sampah yang mengandalkan fermentasi untuk mengurai sampah, sehingga sampahnya tidak berbau. Hanya saja, saat itu ada sedikit kendala karena lebih banyak pengerjaan fisik. Sementara yang banyak mengerjakan adalah ibu-ibu yang tidak memiliki tenaga sebesar tenaga laki-laki.

“Akhirnya kami cari referensi pengolahan sampah lebih efisien dan efektif, kami menemukan sistem budidaya maggot mulai tahun 2021 awal. Karena maggot ini pengurai sampah tercepat dan di sistem maggot banyak produk yang kita dapatkan bisa bernilai ekonomi dari telurnya, baby maggotnya, maggot fresh, maggot kering, pre fufa, dan pupuk organik kasgot (bekas maggot),” jelasnya.

Budidaya maggot ini untuk mengolah sampah organik dilakukan dengan cara, pertama sampah yang disetorkan ibu-ibu akan digiling terlebih dulu berbentuk cacahan. Kemudian difermentasi, baru ditebar ke maggot sebagai pakan mereka sehingga mampu memproduksi maggot dalam jumlah yang besar. Nantinya maggot tersebut dapat dijadikan sebagai pupuk maupun pakan ternak.

“Alhamdulillah sekarang kami sudah mencapai 100-150 kilogram (kg) per minggunya produksi maggot fresh. Kalau sampah organiknya dalam sehari bisa terkumpul 40 kg sampai 50 kg,” ucapnya.

Budidaya maggot ini juga sudah bisa di kembangkan ke perternakan, ternak ayam dan ternak entok sebagai pakannya. Meskipun pengembangan ini baru dimulai pada tahun 2023 ini. Bahkan sudah ada pasarnya tersendiri dari budidaya maggot yang dihasilkan, seperti ke peternak ikan, peternak unggas. Tidak hanya di lingkup Lombok Tengah saja, tetapi ada juga daerah lain. Di antaranya Lombok Barat dan Lombok Timur. Sedangkan untuk pupuk pertanian sudah dilakukan sejak 2021 lalu, karena terbukti pupuk organik yang dihasilkan dari olahan sampah organik bisa digunakan oleh masyarakat sekitar pada tanaman pangan di pekarangan rumah.

“Harga maggot fresh per kilonya Rp7 ribu. Maggot ini juga sekarang sudah mulai banyak diminati oleh peternak karena bisa mengurangi budget pakan. Kalau kasgot (bekas maggot) yang dari kotoran maggot di jadikan pupuk organik yang di kembangkan ke pertanian. Kalau kasgot dalam 1 bulan bisa produksi 500 kg,” jelasnya.

Sementara ini, untuk bank sampah yang tersedia baru di Dusun Reak 1 dan belum mencangkup ke desa. Namun kelompok ini tidak pantang menyerahkan agar bagaimana menyadarkan masyarakat sekitar terhadap kebersihan lingkungan. Mereka pun sebelumnya sudah pernah membuat surat edaran ke desa terkait dengan sampah organik rumah tangga agar bisa disetorkan ke Bank Sampah Al Haqiqi. Hanya saja sampai saat ini belum terealisasi.

“Sekarang anggota Bank Sampah Al Haqiqi ini sudah ada 65 orang. Kalua awal-awal dulu hanya ada beberapa saja. Pertama-tama kita fasilitasi ibu-ibu ember untuk menampung sampah organik, supaya mudah disetorkan ke bank sampah,” terangnya.

Penyerahan sampah organik yang dilakukan oleh masyarakat ini, tentunya gratis. Di mana kelompok ibu-ibu ini menjadikan sampah organik masyarakat yang dikumpulkan ini menjadi tabungan. Nantinya bisa diambil oleh mereka ketika hari raya lebaran idul fitri. “Harga Rp100 per kilo, dan sistemnya setelah hari raya di ambil. Istilahnya sebagai THR (tunjangan hari raya) sampah,” katanya.

Saat ini untuk anggota yang ada di Dusun Reak 1 ini sudah mencapai 55 persen sadar agar tidak membuang sampah pada tempatnya. Karena untuk memberikan kesadaran pada masyarakat itu butuh proses, tidak semua mau menerima dengan apa yang telah dilakukan atau dirintis.

“Awalnya saya memulai semuanya ini karena merasa terpanggil bagaimana sampah selama ini tidak tertangani dan dilema di saat hujan air sungai akan meluap. Kami bersama beberapa ibu-ibu awalnya bagaimana kalau kita bentuk komunitas KMPS (Kelompok Masyarakat Peduli Sampah) dan sekarang alhamdulillah berjalan terus,” terangnya.

Ternak ayam milik masyarakat di Dusun Reak I Lombok Tengah yang diberi makan maggot. (Inside Lombok/Devi)

Banyak Perubahan

Senada, anggota kelompok Bank Sampah Al- Haqiqi, Rianiwati mengaku dengan adanya pengelolaan sampah di Dusun Reak I Desa Tanak Awu Lombok Tengah sangat banyak dampak positif yang dirasakan. Tidaknya pada dirinya saja, tetapi juga masyarakat sekitar merasakan perubahan, setelah adanya gerakan untuk mengelola sampah organik menjadi barang ternilai.

“Banyak sekali perubahannya, sampah sudah tidak ada baunya, tidak berserakan lagi, sudah bisa digunakan dan setiap rumah di kasi ember buat nampung sampah. Nanti bisa dipilih-pilih sampahnya, sampah plastik sendiri, sampah organik sendiri, baru kita setor kesini (Bank Sampah Al Haqiqi, Red),” ujarnya.

Menurutnya dengan pemilahan sampah organik dan plastik, kondisi lingkungan menjadi lebih bersih dari sebelumnya. Karena sebelumnya banyak masyarakat membuang sampah di pinggir jalan, kemudian di kebun hingga tertimbung tinggi dan mengeluarkan bau tak sedap. Sehingga kerap kali menyebabkan sampah berserakan dimana-mana.

“Jadi dengan adanya bank sampah ini kita sangat-sangat bersyukur, kita sangat bahagia. Karena ada yang menyimpan sampah dan bisa dikelola lagi. Sekarang sampah sudah tidak ada lagi, dan sudah banyak perubahan dari 2019 kemarin,” katanya.

Perubahan itu tidak hanya dirasakan dari sisi lingkungan saja, melainkan dari sisi ekonominya juga. Apalagi masyarakat sekitar banyak memiliki ternak sendiri, sehingga budidaya maggot yang dilakukan saat ini memudahkan mereka mendapatkan pakan dengan harga lebih murah, jika dibandingkan membeli pakan ternak di luar.

“Kita bisa join dengan Bu Yani, kita ngambil maggot. Atau kita bisa dapat beli maggotnya lebih murah. Untuk anggota bisa dibayar Rp5 ribu atau berapa gitu untuk beli maggotnya. Jadi kita sebagai anggota ikut senang,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala Desa Tanak Awu, Lalu Wisnuwardana mengaku adanya program pengolahan sampah berawal dari gerakan para ibu-ibu di Dusun Reak I sangat bagus, karena gerakan tersebut berdampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Bahkan ini bisa menjadi contoh bagi dusun yang lainnya, agar lingkungan semakin terjaga kebersihan.

“Sangat mendukung dengan program tersebut, kepada pihak manapun yang menyalurkan program tersebut. Apalagi saya dikasih tahu diberikan bantuan oleh Pertamina Bandara, sangat bagus,” ujarnya.

Diharapkan pihak Pertamina juga ke depannya dapat lebih proaktif melihat situasi dan kondisi wilayah serta masyarakat sekitar. Untuk dorongan sendiri, baik itu Pertamina ataupun instansi manapun yang ada di wilayah Desa Tanak Awu agar lebih memberikan pembinaan pemberdayaan kepada wilayah tersebut.

“Tujuan kami masyarakat menyiapkan dan menyediakan tanahnya, tapi sampai hari ini memang dilihat masih belum maksimal belum sempurna. Tapi saya melihat sudah bagus di Dusun Reak I, karena melibatkan semua komponen masyarakat dari ibu-ibu, dari segala hal itu yang saya lihat sudah sangat bagus,” ucapnya.

Apalagi pengolahan sampah di Dusun Reak I cukup berhasil, karena diketahui persoalan sampah ini tidak hanya di satu dusun saja, ada di beberapa tempat lainnya. Kendati untuk mengatasinya tidak bisa dilakukan dari pemerintah saja, tetapi bagaimana kesedaran masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan.

“Ya harapan ke depan semua pihak stakeholder atau perusahaan yang ada di wilayah Desa Tanak Awu itu lebih memberikan pemberdayaan kepada masyarakat kami. Wilayah Tanak Awu ini kan sebagai gerbang NTB, kita berharap juga jangan wilayah pesisirnya saja yang dimodifikasi, dibangun atau dipermak oleh pemerintah,” imbuhnya.

Perjalanan Panjang Zero Waste di NTB

Sebagaimana diketahui, Wakil Gubernur NTB periode 2018-2023, Sitti Rohmi Djalilah mengkampanyekan pilah sampah berbasis rumah tangga sebagai upaya menjadikan provinsi itu daerah bebas sampah atau “zero waste” di tahun 2023.

Rohmi mengatakan menjaga lingkungan bukanlah persoalan muda, butuh kesadaran dan Kerjasama banyak pihak untuk bisa mewujudkannya. Menjaga lingkungan pasti banyak rintangan dan tantangan. Karena itu harus ada program nyata yang dilakukan.

“Dalam hal ini, pemerintah provinsi menjaga lingkungan dengan melakukan program NTB Hijau, program NTB Zero Waste, NTB Asri, dan NTB Lestari,” ungkapnya.

Lebih lanjut, misalnya dalam program NTB Hijau, di tengah tantangan dan rintangan, hutan harus tetap dijaga agar tidak terjadi illegal logging, kebakaran hutan, atau perubahan fungsi hutan menjadi ladang. Dalam program NTB Zero Waste, NTB Asri dan NTB Lestari juga demikian. Guna mewujudkannya perlu dukungan, mula dari masyarakat lingkar hutan, organisasi massa, akademisi, perguruan tinggi, hingga sekolah.

“Penting melibatkan banyak pihak agar sama-sama saling memahami. Masalah dan menjaga kelestarian lingkungan adalah prioritas semua pihak,” katanya.

Mewujudkan lingkungan NTB yang bebas sampah merupakan sebuah program mengubah mindset masyarakat. Edukasi pemilahan sampah harus dimulai dari keluarga. Dalam hal ini, para ibu rumah tangga mempunyai peran strategis untuk dapat mengubah mindset mengenai sampah, minimal di lingkungan keluarganya.

“Nantinya, ibu-ibu tak hanya dapat mempraktekkan langsung di rumah masing-masing. Tetapi juga ikut menyosialisasikan hal serupa di organisasi maupun dusun masing-masing melalui Posyandu Keluarga,” harap Rohmi yang baru saja mengakhiri masa jabatannya.

Tak hanya itu saja, program NTB Zero Waste masih terus digaungkan bahkan melibatkan peserta didik untuk menyukseskan program tersebut. Dengan keterlibatan peserta didik dalam pengolahan sampah ini untuk mengubah pola pikir generasi muda soal sampah. Kedepan diharapkan, para peserta didik bisa lebih paham tentang isu lingkungan.

“Karena kita tahu masalah sampah ini masalah mindset. Masalah mindset ini kita mulai dari sekolah, dan kami di Pemprov kan skup-nya SMA/SMK/SLB. Itu yang kami gerakkan,” katanya.

Sejak dua tahun lalu Pemprov NTB sudah mencanangkan sekolah bersih dan sehat terutama tingkat SMA/SMK dan SLB yang menjadi kewenangan. Dalam program ini, kepala sekolah harus lebih kreatif dalam penanganan sampah di masing-masing sekolah. Karena penanganan sampah ini menjadi salah satu indikator penilaian kinerja kepala sekolah di NTB.

“Itu sudah dicanangkan dua tahun yang lalu lebih. Jadi kepala sekolah itu ada 30 persen penilaiannya masalah lingkungan,” ujarnya. Sedangkan di lingkungan kantor Pemprov NTB, ia menegaskan sudah menerapkan eco office. Di mana, sampah di masing-masing kantor sudah terkelola dengan baik, sehingga tidak ada lagi sampah yang ditemukan menumpuk di sembarang tempat.

“Sama dengan di Pemprov menerapkan eco office, semua kantornya sudah terkelola. Karena kita menerapkan eco office di Pemprov sejak satu tahun setengah yang lalu,” tuturnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Julmansyah menjelaskan program NTB Zero Waste ini memang bukan bertujuan untuk meniadakan sampah sama sekali. Tapi lebih ke bagaimana mengelola sampah dengan memperlakukan sampah sebagai sumber daya.

“Pengelolaan sampah dilakukan dengan konsep pengurangan jumlah, daur ulang, dan penggunaan kembali sampah. Serta konsep ekonomi sirkular atau mengubah sampah menjadi barang bernilai,” katanya.

Dalam mengelola sampah ini, Dinas LHK NTB telah melakukan kerja sama dan koordinasi dengan pemkab/pemkot. Termasuk melibatkan kelompok masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sadar dan mandiri tentang pengelolaan sampah.

Menurutnya, untuk mensukseskan program NTB Zero Waste pihaknya mengeluarkan berbagai regulasi sebagai landasan kegiatan. Selanjutnya menyediakan TPA, TPA regional, TPST, TPST Regional, TPS3R, PDU, BSF, angkutan sampah desa, biopori, komposter bag, biogas, dan sumur biopori. Dengan berbagai kebijakan tersebut, tercatat pada awal tahun 2022 program NTB Zero Waste berhasil meningkatkan jumlah sampah yang tertangani dan mengurangi jumlah sampah yang ada di seluruh wilayah NTB.

“Penanganan sampah meningkat menjadi 39,68 persen dibanding 2020 sebesar 2,05 persen. Sementara pengurangan sampah meningkat 9,34 persen dari 2,15 persen di tahun 2020,” ungkapnya.

Untuk tahun 2023 ini diharapkan bisa melakukan pengurangan sampah hingga 30 persen dan penanganan sampah 70 persen. Hal itu dicapai dengan melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, pengembangan kerjasama pengelolaan sampah, penerapan extended producer responsibility (EPR), dan industrialisasi pengolahan dan daur ulang sampah.

Potensi sampah yang begitu banyak ini membuat Dinas LHK NTB melakukan program industrialisasi sampah. Yakni dengan pembangunan TPST RDF/SRF, pengolahan sampah plastik, peningkatan kinerja bank sampah, pusat pengolahan sampah terpadu di Sekotong, RDF, BSF TPSTR Lingsar, incinerator TPA Kebon Kongok, dan biogas.

“Khusus di TPA Kebon Kongok, pembangunan TPST RDF dilakukan karena besarnya potensi pemanfaatan RDF/SRF yang mencapai 147 ton per hari dengan bahan baku sampah 1.085 ton/hari. Jumlah tersebut bisa untuk kebutuhan PLTU Jeranjang 45 ton per hari, PLTU LED 30 ton per hari, PLTU Sumbawa 7 ton per hari, dan PLTU AMNT 65 ton per hari,” jelasnya.

Proses pemantauan maggot di Bank Sampah Al Haqiqi. (Inside Lombok/Devi)

Menciptakan Peluang Berbasis Kelompok

Area Manager Comm Rel & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Ahad Rahedi mengatakan dari Pertamina memang ada program CSR (Corporate Social Responsibility) untuk disalurkan. Salah satunya disalurkan untuk program pengolahan sampah di Dusun Reak I Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah yang dilakukan oleh para ibu-ibu disana. Bantuan yang diberikan Pertamina mulai dari pelatihan, workshop, studi banding hingga sarana dan prasarana pendukung kegiatan itu.

“Untuk pelatihan sendiri mulai dari pelatihan pembuatan pupuk, produk olahan hingga komposter sudah dilaksanakan. Kemudian untuk sarana dan prasarana pendukung, Pertamina memberikan peralatan komposter, alat pencacah sampah dan rumah tandon,” ungkap Ahad.

Tentu untuk bantuan yang diberikan ini tidak hanya sampai di situ saja. Bahkan bantuanya akan tetap berkelanjutan, agar program dijalan tidak berhenti ditengah jalan. Artinya dengan adanya bantuan dari Pertamina program mereka bisa berlanjut dan terus berkembang, sehingga memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.

“Bantuan Pertamina dalam hal ini CSR biasanya diberikan dan dilaksanakan dalam jangka waktu 5 tahun (masa pembinaan). Binaan CSR dipersiapkan agar mandiri dan membuat inovasi lainnya setelah masa pembinaan dengan harapan pada akhirnya dapat membantu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.

Langkah ke depan yang akan dilakukan agar kelompok ibu-ibu kreatif ini bisa semakin berkembang Pertamina berupaya menciptakan peluang-peluang kegiatan yang bisa menambah pendapatan kelompok. Salah satunya melalui penambahan variasi produk hasilan olahan sampah yang juga dibarengi dengan kegiatan pelatihan dan workshop dalam rangka upskilling kelompok binaan.

“Support Pertamina ini akan dianggap selesai (exit), jika berdasarkan hasil evaluasi kelompok sudah mandiri dan dapat mempertahankan bahkan mengembangan dari program yang telah ada,” ucapnya.

Saat ini untuk program CSR yang telah disalurkan oleh Pertamina tidak hanya di Dusun Reak I Desa Tanak Awu saja. Tetapi ada juga di beberapa tempat di NTB, seperti di Kelurahan Bintaro, Ampenan, Kota Mataram. Dengan program pemberdayaan Perempuan melalui UMKM olahan ikan. Karena di wilayah tersebut sebagian masyarakat merupakan nelayan. Selain itu ada juga pelaku usaha binaan Pertamina yang juga diberikan bantuan maupun pembinaan, diantarana ada UMKM tenun di Desa Rabadompu, kecamatan Raba, Kota Bima. Kemudian UMKM madu di kelurahan Sadia, kecamatan Mpunda, Kota Bima. Serta di UMKM kerajinan rotan di Dusun Rupe, Desa Beleka Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer